Rabu, 27 Februari 2013

Penghijauan dan Perubahan Iklim


“Penghijauan itu penting!” kata seorang guru pada para muridnya. Murid-murid tetap ramai berbicara satu sama lain seolah tak ada yang mendengarkan guru mereka mengatakan satu kalimat tadi. Kalimat itu yang selalu diucapkan pak guru Solihin sebelum memulai mengajar setiap hari. Itu cara dan komitmen yang diambil pak guru Solihin untuk menekankan pentingnya penghijauan sejak dini kepada para muridnya. Mungkin saat ini mereka terlihat tidak peduli, tapi pak guru satu ini percaya, kelak di kemudian hari murid-muridnya akan sadar betapa pentingnya penghijauan dan mulai mengambil tindakan untuk mulai melakukannya.

Tapi apakah sebenarnya penghijauan itu? Apakah sama dengan reboisasi atau penanaman hutan kembali? Ternyata ada juga bedanya. Reboisasi lebih menekankan pada penanaman hutan kembali. Artinya hutan yang sudah ditebang, yang sudah  tandus dan botak ditanami kembali. Reboisasi penting karena pohon itu banyak gunanya. Dari mulai pentingnya pohon untuk keseimbangan sebuah ekosistem, mengembalikan kembali habitat alam sebelumnya, hingga ke masalah yang lebih rumit yaitu global warming atau pemanasan global. Nah, ini dia yang menarik untuk dibahas. Yaitu bagaimana penghijauan bisa juga bermanfaat untuk mengantisipasi perubahan iklim yang kita rasakan saat ini.

Beda pengertian dan definisi reboisasi dan penghijauan itu bisa ditinjau dari lokasi dan jenis tanaman yang digunakan. Manan (1978) menyatakan bahwa reboisasi merupakan penghutanan kembali hutan bekas tebangan maupun lahan-lahan kosong yang terdapat di dalam kawasan hutan. Kegiatan reboisasi meliputi kegiatan pemudaan pohon, penanaman jenis pohon lainnya di area hutan milik Negara atau area lain yang diperuntukkan sebagai hutan. Dengan demikian, semua kegiatan membangun hutan di area bekas tebangan atau lahan kosong lain di dalam kawasan hutan dimasukkan dalam kegiatan reboisasi.

Sedangkan penghijauan merupakan kegiatan penanaman pada lahan kosong di luar kawasan hutan, terutama pada tanah milik rakyat dengan tanaman keras, misalnya jenis-jenis pohon hutan, pohon buah, tanaman perkebunan, tanaman penguat teras, tanaman pupuk hijau, dan rumput pekan ternak. Tujuan penanaman agar lahan tersebut dapat dipulihkan, dipertahankan, dan ditingkatkan kembali kesuburannya (Manan 1976; Supriyanto,1984). Menurut Kadri dan kawan kawan (1992), upaya yang termasuk dalam rangkaian kegiatan penghijauan, yang sudah disebutkan berupa pembuatan bangunan pencegah erosi tanah, misalnya pembuatan sengkedan (teras) dan bendungan (check dam) yang dilakukan pada area di luar kawasan hutan.

Tapi apapun beda dari dua istilah tersebut hanya satu kesimpulannya. Keduanya sangat penting dan berguna terutama untuk mengantisipasi perubahan iklim sekarang ini. Bicara tentang perubahan iklim, sebenarnya apa kah perubahan iklim itu? Apa dampaknya bagi kita sehingga kita harus bisa mengantisipasinya?

Perubahan iklim berarti perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih.  Jika iklim berubah, maka rata-rata selama 30 tahun suhu udara, atau curah hujan, atau jumlah hari matahari bersinar, pun akan berubah. Sangat mudah untuk mencampuradukkan antara iklim dan cuaca. Lalu bagaimana membedakannya? Iklim adalah apa yang kita harapkan (misalnya musim dingin yang dingin) dan cuaca adalah apa yang kita dapatkan (misalnya hujan). Cuaca adalah sesuatu yang terjadi pada lapisan atmosfer pada setiap waktu: seberapa hangat, berangin, cerah atau lembab kondisi waktu itu. Iklim merupakan deskripsi dari rata-rata cuaca yang terjadi pada kurun waktu tertentu, biasanya selama lebih dari 30 tahun dibandingkan dengan variasi rata-rata dari tahun ke tahun.  Variasi mungkin terjadi karena musim panas tertentu yang panas atau musim dingin tertentu yang sangat dingin. Nah, kalau dikatakan saat-saat ini sedang berlangsung perubahan iklim, maka sedang ada perubahan yang sedang terjadi di muka bumi ini. Contoh: tadinya kita berharap (iklim) musim hujan akan berlangsung dari bulan sekian hingga sekian, namun kenyataan yang kita dapatkan (cuaca), belum sampai pada bulan tersebut justru tidak ada hujan malah panas terik yang kita dapatkan. Makin panjangnya musim panas di daerah tertentu atau musim dingin yang tak berakhir di daerah lain padahal sudah bukan waktunya lagi, itulah yang sedang terjadi di muka bumi ini.

Banyak yang menyatakan bahwa perubahan iklim disebabkan oleh efek rumah kaca. Padahal secara teori efek rumah kaca justru dibutuhkan oleh semua mahluk hidup yang berada di muka bumi ini. Tanpa efek rumah kaca  bumi akan dingin dan tak bisa dihuni. Namun yang terjadi sekarang – sebenarnya bukan baru sekarang dimulainya – adalah bertambahnya efek rumah kaca tersebut. Lebih jelasnya sebagai berikut:

Suhu udara Bumi ditentukan oleh keseimbangan antara energi yang masuk dari Matahari dalam bentuk radiasi yang terlihat (sinar matahari) dan energi yang secara konstan dikeluarkan oleh permukaan Bumi ke angkasa dalam bentuk radiasi infra merah yang tidak terlihat (panas). Energi matahari masuk ke Bumi melalui lapisan atmosfer yang transparan, tanpa mengalami perubahan, dan kemudian memanaskan permukaan Bumi.  Namun radiasi infra merah yang terlepas dari permukaan Bumi sebagian diserap oleh beberapa jenis gas di atmosfer, dan sebagian dipantulkan kembali ke Bumi.  Efek dari fenomena ini yaitu penghangatan permukaan Bumi dan lapisan bawah atmosfer.  Fenomena ini yang disebut efek rumah kaca. Gas-gas penyerap utama yang berada di atmosfer yaitu uap air (bertanggung jawab sekitar dua pertiga dari efek tersebut) dan karbon dioksida.  Metana, nitro oksida, ozon dan beberapa gas lain di atmosfer yang berada dalam jumlah sedikit juga berkontribusi pada efek rumah kaca.  Tanpa efek rumah kaca, Bumi akan, secara rata-rata, 33 derajat Celcius lebih dingin dari kondisi sekarang.

Efek rumah kaca (Sumber: BMKG)
Nah, yang terjadi saat ini adalah bertambahnya efek rumah kaca tersebut oleh bertambah banyaknya gas penyerap tadi. Darimana gas-gas penyerap atau gas-gas rumah kaca itu berasal? Kadar CO2 meningkat begitu pesat seiring dengan digunakannya bahan bakar fosil untuk transportasi dan produksi energi lainnya. Adanya penebangan hutan juga menambah banyak jumlah CO2 yang dilepas ke udara yang mungkin jika jumlah hutan tidak dikurangi, gas CO2 tersebut dapat diserap oleh tanaman/ hutan tadi.

Selain CO2 juga ada gas Metana yang dilepas ke udara oleh aktifitas manusia terkait dengan penggunaan pupuk untuk pertanian, distribusi gas alam dan pembuangan sampah. Selain CO2 dan Metana, juga ada banyak jenis gas-gas lain yang menambah volume gas penyerap yang meningkatkan efek rumah kaca. Ada Nitro Oksida dari penggunaan pupuk dan hasil pembakaran bahan bakar fosil, ada CFC dari penggunaan pendingin ruangan, ada aerosol dari penggunaan banyak produk yang menggunakan gas ini, dan lain-lain. Kesemuanya berkontribusi hari demi hari bukan semakin berkurang namun semakin banyak seiring dengan bertambah banyaknya populasi manusia di muka bumi ini.

Perubahan iklim ini sudah banyak diantisipasi oleh berbagai lembaga baik lokal maupun internasional. Salah satunya adalah Oxfam. Oxfam adalah konfederasi Internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di 92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan. Lewat Oxfam, beberapa kegiatan untuk mengantisipasi perubahan iklim telah dilakukan. Antara lain, Oxfam telah menggalang komitmen bagi negara-negara besar atau kaya untuk membantu negara kecil dan miskin dalam rangka mengantisipasi perubahan iklim di negaranya. Komitmen ini masih berlanjut hingga saat ini dan Oxfam terus-menerus mengingatkan banyak negara akan komitmen ini sehingga alokasi dana berimbang untuk antisipasi perubahan iklim tetap bisa berlanjut. Lebih lengkapnya silahkan klik di sini.

Lalu bagaimana cara mudah bagi kita sebagai bagian dari masyarakat untuk mengantisipasi perubahan iklim tadi? Ikut seperti pak guru Solihin di atas boleh-boleh saja. Tapi penting juga melakukan aksi langsung. Jalan satu-satunya untuk sebuah aksi langsung adalah kembali ke penghijauan tadi. Banyak yang bisa dilakukan sebenarnya. Jika mengubah perilaku untuk mengurangi jumlah gas-gas tadi dirasa sulit, maka paling tidak, harus ada kontribusi dari setiap orang untuk penghijauan. Katakanlah 1 orang saja menanam satu pohon dan terus merawat pohon itu seumur hidupnya maka akan ada 6 milyar pohon baru di muka bumi ini. Pohon memang membutuhkan lahan untuk berkembang tapi 1 pohon tentunya lahan yang dibutuhkan akan lebih sedikit dan lebih masuk akal untuk dilakukan.

Jajaran pohon Trembesi di Jalan Raya Darmo Surabaya (Dok. Pribadi)
Yuk, mulai tanam pohon! Bukan untuk kita tapi untuk anak cucu kita di masa mendatang. Bumi ini bukan warisan untuk kita, tapi kita pinjam sementara dari anak cucu kita!

Bacaan:

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Menarik melihat perubahan iklim telah menjadi masalah serius!

Anonim mengatakan...

maaf, untuk keterangan di foto jajaran pohon di jalan darmo itu bukan pohon trembesi,tapi pohon angsana