Jumat, 16 Maret 2012

Usia 35: Ulang Tahun Terakhir di Wamena?






Terimakasih rekan-rekan, mungkin hanya itu yang ada di pikiranku ketika rekan-rekan kerja ADP Eruwok dan Kurima membuat perayaan kecil ulang tahunku. Yang menjadi bahan perenunganku adalah: apakah ini ulang tahun terakhirku di Wamena? Apakah aku dan istriku memang jadi pindah ke Surabaya (saat ini, hanya Tuhan dan Kak Grace yang tahu..he..3x). Tapi dibalik itu semua, ada beberapa pekerjaan yang mutlak harus diselesaikan untuk ADP Eruwok, ADP dimana aku bekerja dengan rekan-rekanku. Saking sibuknya dari kemarin (tanggal 14 Maret) aku sudah bilang sama istriku kalau memang ngga ada yang menyinggung soal ulang tahun yah..diam-diam sajalah, tapi maitua (istri) sepertinya agak keberatan. Mungkin memang harus dirayakan walau hanya perayaan kecil dan sederhana.
Tuhan pasti punya rencana yang indah bagi kami sekeluarga. Bukan karena itu yang kami rasa pas tapi lebih kepada bagaimana kami bisa merancang masa depan dengan baik. Ada rencana untuk sekolah lagi namun sepertinya waktu belum menghendaki. Ada rencana bagi istriku untuk dapat pindah PTT namun sepertinya itupun kalau ke Surabaya harus kami pikirkan lagi. Surabaya adalah kota besar yang kemungkinan besar tidak lagi menerima dokter PTT. Pergumulan kami sebagai keluarga masih panjang. Pekerjaan istriku, keturunan kami, harapan orang tua, dan banyak lagi hal yang lain. Memang kadang aku bingung bagaimana harus mendengar jawaban Tuhan. Coba kalau Tuhan itu bisa ditelepon atau di sms kan pastinya lebih gampang komunikasinya. Tapi sejenak kubayangkan lagi, kalau tiba-tiba tidak ada sinyal, ngga bisa dong teleponan dan smsan sama Tuhan? Memang doa adalah alat komunikasi terbaik dengan Tuhan.
Akhirnya, kembali merenung namun tidak meratap. Tetap pada rencanaNya (apapun itu..) dan tetap saling menguatkan antara kami (aku dan istriku) sebagai suatu keluarga. Amin.

Kamis, 08 Maret 2012

Reframing Performance Identity – Tumbur Tobing, SE., MBA


Minggu lalu (tanggal 26 – 27 February 2012) dalam suatu sesi belajar rutin yang diwajibkan oleh organisasi saya mendapat kesempatan berada dalam gelombang 2 sesi belajar rutin yang disebut dengan ILEARN (Integrated Learning). Dalam sesi tersebut selama 2 (dua) hari saya mendapat pelajaran yang cukup berharga dari seorang fasilitator (atau lebih tepatnya motivator?) yang bernama Tumbur Tobing (fotonya ada saya tampilkan, mohon ijin Pak Tumbur). Tumbur Tobing adalah seorang praktisi bisnis di area Fast Moving Consumer Goods (FMCG) baik diperusahaan swasta nasional maupun perusuhaan mulitinasional dalam waktu lebih dari dua puluh tahun, beliau juga berpengalaman sebagai Dosen untuk mata kuliah Strategic Management dan Marketing lebih dari sepuluh tahun. Beliau terbeban untuk memberdayakan professional supaya dapat mengintegrasikan kebenaran dalam kehidupan karir. Dia melakukan hal ini melalui teaching, coaching, advocating, training dan publishing. Kalau kita masuk ke dalam webnya Pak Tumbur (www.tumburtobing.com) kita bisa menemukan core value Pak Tumbur yaitu: kritis – analitis – mutu – ajar – integritas – tangguh. Pak Tumbur juga telah menulis 2 (dua) buah buku yaitu “Being Different” dan “Success is not My Right” (“Manusia Sejati Manusia Sukses”).
Ketika berhadapan langsung dengan beliau di hari I saya dibuat bingung oleh beliau dengan teknik fasilitasinya yang menurut saya seperti tanpa teknik. Beberapa teman dipanggil maju ke depan dan diminta menceritakan apa yang sudah mereka lakukan di wilayah kerja mereka masing-masing. Beberapa teman dari Area Development Program dan kantor Regio dipanggil dan memaparkan apa yang sudah mereka lakukan. Terlepas dari kemampuan setiap teman melakukan presentasi, saya berusaha menangkap maksud Pak Tumbur memanggil mereka ke depan. Saya sendiri akhirnya agak menyesal juga kenapa tidak dipanggil. Ternyata maksudnya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang WVI kerjakan dan apa pesan utama yang WVI ingin sampaikan ke masyarakat yang dilayani. Menurut Pak Tumbur ternyata pesan utama WVI yang disampaikan teman-teman menjadi kabur dan sudah tidak sesuai dengan pondasi mula-mula WVI yaitu: Christian, Child Focus, dan Community Based. WVI sudah menjadi semacam EOnya EO (EO: Event Organizer). Kalau saya pikir-pikir mungkin Pak Tumbur ada benarnya juga. Selepas itu Pak Tumbur kemudian memaparkan bagaimana beliau mempunyai kemampuan analisis dalam melihat sesuatu. Secara kelompok kamipun diberikan tugas menganalisis masalah yang kami temukan dalam secarik artikel dari koran (tugas ini kemudian dikumpulkan saja dan tidak dibahas).
Di hari kedua ternyata materinya sangat padat. Ada 7 (tujuh) pokok bahasan yang dibahas dalam suatu topik berjudul “Reframing Performance Identity”. Topik tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Who am I
  2. What the meaning of life
  3. Work in spirit
  4. How to read and analyze the culture
  5. Managing People
  6. Managing Area
  7. God's Blue Print
Menurut Pak Tumbur kita bisa menemukan materi 1 – 6 dari berbagai sumber namun untuk materi nomor 7 (God’s Blue Print) hanya dimiliki oleh beliau. Hari kedua ini diawali dengan devosi yang cukup menarik mengenai garam dan terang dunia. Beberapa hal yang disampaikan Pak Tumbur dikutip dari satu buku berjudul “Etika Kerajaan Allah” (buku ini sepertinya harus saya cari! Ada yang bisa bantu kirim gratis kah? Saya akan sangat berterima kasih sekali). Saya akan memaparkan satu per satu walau mungkin tidak terlalu lengkap karena prinsip saya menulis apa yang menarik dan apa yang ingin saya cari tahu kemudian.
Dalam materi “Who am I”, Pak Tumbur memaparkan mengenai perbedaan antara manusia dan binatang walau sebenarnya Tuhan membuat beberapa perilaku binatang yang cukup menarik yang bisa ditiru oleh manusia. Manusia digambarkan sebagai “Image of God” sehingga seorang manusia harus tahu bahwa nilainya sangatlah berharga sebenarnya namun kadang manusia tidak bisa menempatkan nilai tersebut dalam realita kehidupannya. Ada manusia yang menaruh nilainya begitu rendah sehingga tidak mampu mencapai apa-apa. Manusia juga adalah mahluk yang terbatas. Ada dua batasan yang akan selalu ada dalam kehidupan manusia yaitu “Space” (ruang) dan “Time” (waktu). Manusia bisa berpindah-pindah ruang namun waktu tetap berjalan terus. Umur manusia sebagaimana dalam Alkitab dikatakan 70 tahun dan kalau kuat 80 tahun. Dengan demikian kalau kita menghitung 70 tahun dikurangi umur kita sekarang maka itulah waktu yang tersisa bagi kita untuk berbuat (baik atau buruk? Berbuah atau tidak berbuah?). Dalam keterbatasannya manusia menghadapi 7 (tujuh) dilema antara lain:
  1. Kebutuhan-kebutuhan (Needs)
  2. Waktu (Times)
  3. Bobot Surgawi - apakah manusia akan berada di kekekalan (bersama Tuhan dalam "the Lord Supper") atau akan dibinasakan?
  4. Kesulitan Hidup
  5. Good and Evil (kejadian 2: 15-17)
  6. Firman dan Teori
  7. Allah dan Setan
Ketujuh dilema tersebut selalu ada mewarnai setiap kehidupan manusia. Kalau diperhatikan dalam penjelasan beliau selanjutnya, beliau memaparkan tentang suatu teori yang mengemuka di abad 21 (Times edisi April 2009, ini juga harus disearch nih..) yaitu tentang Neo-Calvinism. Neo-Calvinism berbicara mengenai dua hal yaitu: dehumanisasi dan desakralisasi. Contoh mudahnya adalah kita bisa melihat di film “Lion King” bagaimana singa yang adalah mahluk buas digambarkan mempunyai perasaan cinta dan kasih sayang. Beberapa tokoh (artis) juga menjadi sorotan Pak Tumbur yang digambarkan sebagai “perlawanan” terhadap nilai-nilai gerejawi antara lain: Black Eyed Peas yang selalu menyampaikan tema “Where is the Love”, Charlotte Church penyanyi gereja yang digambarkan sebagai “The Fallen Angel”, Britney Spears sebagai “titisan Madonna”, Jessica Simpson mantan penyanyi KKR, Avril Lavigne yang juga mantan anggota koor gereja, dan Katy Perry (ini saya ngga tahu kenapa, yang pasti namanya disebut).
Dalam “What The Meaning of Life”, Pak Tumbur memaparkan tentang Protagoras dan teorinya tentang manusia yang mengukur (menjadi ukuran) segalanya (Man the measure of all thing). Juga dipaparkan tentang teori Anthony Robbins bahwa manusia mempunyai potensi diri tak terbatas, berkuasa atas diri sendiri, menentukan nasib sendiri, dan pemegang tunggal kekuasaan tanpa batas. Teori inilah yang menimbulkan anggapan yang salah tentang manusia sehingga muncul perilaku-perilaku yang negatif, tidak lagi menghargai hak-hak sesama manusia. Ada 3 (tiga) jenis investasi nilai hidup yang harus ditanam oleh manusia yaitu: Investasi rohani, investasi “brain value”, dan “work ethos”. Kalau semua manusia berinvestasi di 3 hal tersebut maka kehidupannya akan lebih baik. Kehidupan duniawi menempatkan 4 hal penting sesuai urutan yaitu: Strategy, System, People, dan Values namun dengan Kekristenan urutannya menjadi: People, Values, Strategy, dan System. Orang dan nilai-nilai yang dipunyainya haruslah berada di urutan tertinggi yang menjadi prioritas untuk dipikirkan dan dibenahi jika ada masalah.
Untuk “Work in spirit” seseorang harus tahu apa tujuan dari hidupnya. Apakah dia adalah orang dengan tipe Mediocre (Mediocre: sedang-sedang saja, tidak optimistis, single loyalty, tidak tertarik dengan tantangan) atau orang yang keras dengan prinsip: Success or out! Dalam “Global Competition” Charles Hendy (mudah-mudahan saya tidak salah tulis namanya) mengemukakan teori “1/2 x 2 x 3 = P” yang berarti “pecat setengah karyawan, naikkan gaji karyawan yang sisa sebesar dua kali lipat maka performance (P) mereka akan naik 3 kali lipat”. Teori ini menarik juga menurut saya namun apakah pasti kinerja akan meningkat drastis sampai 3 kali lipat tentu harus dianalisis juga.
Untuk bisa membaca dan mengalisis budaya (How to read and analyze the culture) kita harus membaca beberapa teori dari Miroslav Volv dan Douglas Mc Gregor (teori X dan Y tentang Brand Building Strategy). Dua pernyataan lain dari Rene Descartes “Cogito Ergo Sum” dan dari Santo Agustinus “Credo ut Inteligent” juga merupakan hal menarik untuk dikaji (makin banyak lagi hutang saya untuk menggoogling dua hal ini..). Walau sesi ini berlalu buru-buru dan saya kurang menangkap secara ringkas tentang membaca dan menganalisis budaya, ada satu kisah yang menarik tentang perjuangan burung rajawali untuk terus hidup. Ceritanya begini, Burung Rajawali sebenarnya bisa hidup sampai umur 70 tahun namun di usia 40 tahun dia harus mengambil keputusan yang berat. Apa itu? Waktu usia 40 tahun, rajawali paruhnya sudah tumpul, demikian juga cakarnya. Kemampuan terbangnya juga menurun karena bulu-bulu sayapnya yang tua dan tebal terasa memberatkan ketika harus terbang cepat menangkap mangsanya. Jika dia tidak mengambil keputusan berat itu maka usianya tidak akan sampai 70 tahun karena sulit baginya mencari makanan. Keputusan berat yang harus diambilnya adalah: menghancurkan paruhnya dengan membenturkannya ke batu yang keras, menghancurkan cakar tuanya yang tumpul, dan mencabut bulu-bulu tuanya yang tebal. Keseluruhan proses ini menyakitkan sekali dan harus dilalui selama 150 hari (5 bulan). Selama waktu itu rajawali hanya berdiam menunggu paruh baru, cakar baru, dan bulu-bula muda yang ringan tumbuh kembali. Setelah semua proses yang menyakitkan tersebut rajawali akan mampu bertahan hidup hingga 30 tahun lagi sampai usia 70 tahun. Proses menyakitkan apa yang harus kita lewati agar kita bisa terus "hidup"?
Secara alkitabiah bisa kita dapatkan tentang perjuangan kita yang bukan perjuangan duniawi (2 Kor 10: 3-5) dan “corrupting effect of sin” (Roma 1: 24-26-28) disini Francis Schaeffer menyampaikan tentang kebenaran yang menuntut konfrontasi dengan kasih (ini juga harus dicari detailnya nih..). Teori Abraham Kuyper tentang pemahaman budaya juga menarik untuk dipahami. Dikatakan bahwa orang Kristen mempunya peran sentral untuk membangun kemanusiaan (developing humanity) dalam suatu rencana Allah (divine plan).
Dalam “managing people” ada 9 core values yang harus kita perhatikan:
  1. Mengejar keunggulan dan mengutamakan integritas
  2. Menerima gagasan dari manapun dan sepenuh hati menjalankan “work out” à it’s a new idea.
  3. Kejar mutu, tekan cost à menggunakan waktu kerja sebagai keunggulan yang kompetitif.
  4. Percaya diri sehingga bisa melibatkan semua orang dan bekerjasama dengan siapapun tanpa batasan.
  5. Gariskan visi yang jelas, sederhana, realistis dan sampaikan ke semua pihak.
  6. Penuh energi dan mampu energize orang lain.
  7. Berani menentang jangkauan, tentukan tujuan agresif, menghargai kemajuan serta memahami tanggung jawab dan komitmen.
  8. Menganggap perubahan (change) sebagai peluang bukan ancaman.
  9. Mempunyai otak global, dan membangun team global yang beraneka ragam.
Yang paling penting dari semuanya adalah: Manage by Heart! Hidup di situ (live in) dan menunjukkan integritas terhadap 4 saksi yang akan selalu ada bersama-sama: Diri sendiri, Hati Nurani, Setan, dan Tuhan.
Dalam “managing area” ada rumus 3D = 1T yang harus diperhatikan yaitu Drive, Demanding, dan Dateline yang akan menghasilkan Tough (ketangguhan). Ada juga prinsip yang menarik yaitu: To think like Einstein, To Create like Darwin, dan To Invent like Edison. Apapun yang kita pelajari paling tinggi hanya akan terserap 90% jika kita mau terserap 100% maka harus diperkatakan dan dilakukan.
Apa yang menarik dari “God’s Blue Print”? Sesi ini agak cepat sekali karena saat itu waktu sudah mendekati setengah enam sore. Yang saya tangkap adalah 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan yaitu: To honor God in all we do, To help people develop, dan To grow profitably. Rencana Tuhan (God’s plan) selalu berhubungan dengan panggilan. Kita harus berusaha mencapai lebih tinggi (reach higher) dan bersikap kompetitif (selalu membawa diri berada dalam suatu kompetisi). Kita harus berusaha mengerti dengan cepat apa God’s agenda untuk kita karena rencana Tuhan tidak pernah terbatas akan ruang dan waktu (space and time).
Semoga bermanfaat ya? Tinggalkan pesan (comments) jika perlu dan untuk komunikasi lebih lanjut terutama kalau ada yang punya buku-buku dari tokoh-tokoh yang saya sebutkan di atas ya. Tuhan memberkati.

Rabu, 07 Maret 2012

Teori Makan Bubur Panas dan Ikan Laut

Selamat Sore!

Pada waktu saya membolak-balik catatan ILEARN minggu lalu, terlihat sekelumit catatan tentang Teori Makan Bubur Panas dan Teori tentang Ikan Laut. Apaan tuh?
Yang pasti tidak ada yang tahu kapan teori ini muncul, saya ketikkan kata "bubur panas" di Google dan keluarlah beberapa informasi tentang bubur termasuk teori tentang makan bubur panas. Ketika saya masuk ke salah satu situs berbau agama (Islam) ada pernyataan yang sedikit mengganggu hati saya. Pernyataan itu terkait isu Kristenisasi dengan menggunakan teori bubur panas. Yah... ada-ada saja. Seharusnya agama yang paling paling mayoritas di Indonesia ini tidak perlu takut dengan isu Kristenisasi. Lihat saja di media massa sepertinya umat Kristen yang jauh lebih menderita. Mendirikan gereja yang sudah jelas ada IMBnya saja sulit, boro-boro mau Kristenisasi.

Jadi ngelantur deh... Nah.. sekarang kita kembali ke topik Teori Makan Bubur Panas tadi. Teorinya begini: kalau kita mau makan bubur panas tentu kita tidak bisa langsung makan bubur dengan menyendok dari tengah. Yang ada mulut kita bisa terbakar karena kepanasan. Saat kita menikmati semangkuk bubur panas yang harus kita lakukan adalah dengan memakan sedikit demi sedikit dari pinggir mangkuk sampai akhirnya ke tengah dan habis. Teori ini adalah salah satu teori untuk memecahkan masalah. Saat kita mau memecahkan masalah kita tidak bisa langsung masuk ke tengah permasalahan tapi dipahami sedikit demi sedikit sampai akhirnya masalah tersebut bisa dipahami dan dipecahkan.

Lantas bagaimana dengan Teori Ikan Laut. Nah... ikan laut itu tinggal dalam lingkungan air asin namun kalau kita makan ikan laut ternyata rasanya tidak asin. Teori ini untuk mengingatkan kita agar menjadi diri kita yang sebenarnya entah di lingkungan manapun kita tinggal.

Kayaknya cukup segitu dulu sharing kali ini tentang Teori Makan Bubur Panas dan Teori Ikan Laut. Oh iya terimakasih untuk Pak Johny Sirait yang sempat memaparkan teori ini dalam satu sesi devosi di ILEARN.

Kiranya bermanfaat dan Tuhan memberkati.