Jumat, 04 Juni 2010

Hari-Hari di Soba

Rencana ke Soba sudah seringkali dibicarakan, mulai dari assessment yang belum terselesaikan oleh HOPE Project sampai memberikan usulan ke CSMP ADP Kurima untuk mengunjungi Soba dalam rangka proses APR.

Kenapa Soba begitu menarik? Daerah ini adalah satu distrik (kecamatan) yang ada di bawah kabupaten Yahukimo. Untuk menuju ke sini dibutuhkan 2 hari perjalanan lewat jalan darat atau 15 menit penerbangan dengan menumpang pesawat AMA (Associated Mission Aviation) atau MAF (Mission Aviation Fellowship). Oh iya, untuk perjalanan darat jangan dibayangkan bahwa perjalanan itu ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sama sekali tidak! Jalan darat berarti jalan kaki. On foot! Kata teman-teman kulit putih yang masih sering kita temui di Wamena.
Keindahan alam justru menjadi factor yang paling menarik ketika berkunjung ke Soba. Tidak lengkap seseorang bekerja di ADP di Wamena kalau belum ke Soba. Apalagi yang bekerja di ADP Kurima belum lengkap lho kalau belum pernah ke Soba... Apa sih yang indah di Soba? Pertama, Soba adalah sebuah desa yang dikelilingi oleh bukit-bukit terjal di semua sisinya. Pemandangan yang kita lihat adalah kehijauan di sekeliling desa ini, jalan-jalan setapak menuju bukit-bukit, landasan pesawat terbang karya para missionaris bersama masyarakat, dan langit biru nan cerah yang sebagian besar ditutupi kabut. Kedua, air terjun yang menghiasi sekeliling desa Soba merupakan pemandangan yang tak terkira. Wuih indahnya...! 3 air terjun tampak mengalir dengan deras. Mungkin ini yang menimbulkan ide bahwa di Soba harus harus ada pembangkit tenaga listrik tenaga air. Sejak May 2008, Soba sudah punya fasilitas listrik. Bersama masyarakat dan bantuan dari Kabupaten, proses pengerjaan dimulai sekitar awal February 2008 dan berhasil diselesaikan pada bulan May 2008. Kerja keras masyarakat dalam menyediakan bahan lokal dan tenaga merupakan salah satu faktor yang membuat penyelesaian mikro hidro tersebut berjalan dengan lancar. Kalau saya disuruh memperkirakan, prediksi saya kekuatan mikro hidro milik Soba ini adalah sekitar 25 kVA. Dengan power sebesar ini saya yakin sebenarnya masih dapat menarik kabel hingga paling tidak melayani 3 kampung di sekitar Soba (Soba, Liliba, Oakbisik). Tapi ini perhitungan kasar saja lho...dengan asumsi bahwa hanya digunakan untuk lampu saja dan tidak semua warga mempunyai perangkat audio seperti VCD atau DVD.

Pagi itu (17/03) kami datang ke bandara dengan disiplin dan tepat waktu. Sms dari Dave yang saya terima pada malam sebelumnya agak mengagetkan. “Informasi terbaru, kita diharuskan jam 5 pagi sudah ada di bandara” begitu kira-kira bunyinya. Sebenarnya sih saya ngga percaya karena selama ini belum pernah tuh AMA terbang gelap-gelap. Tapi siapa tahu ada perubahan, pilot-pilotnya makin handal sehingga sudah berani terbang pagi pagi sekali. Yang jelas saat itu semua masih mengantuk. Sekitar jam 4.30 pagi Isman dan Dave sudah ada di depan jalan di depan rumahku. “Pak, kami sudah di depan” begitu bunyi sms Dave. Dengan langkah gontai aku bergabung dengan mereka. Telur rebus 3 biji belum sempat kumakan (eh...satu lagi mana ya? Astaga kayaknya masih di ransel. Ups!) teh panas pun belum sempat kuhabiskan. Kamipun bergegas menuju rumah Solekman melewati penginapan Putri Dani untuk menjemput Vinna. Ternyata Vinna terkunci karena petugas hotel belum bangun dan mungkin tidur di tempat lain. Isman pun turun dan berusaha mengebel dan mengetok pintu depan. Lama menunggu, kesempatan ini tidak kusia-siakan. Dua butir telur rebus langsung kusantap dengan lahap. Lapar toh.. Akhirnya Vinna berhasi keluar dan kami langsung menuju rumah Solekman. Di perjalanan, ternyata kami mendapat kabar bahwa Pak Yusak dan Rida sudah ada di bandara. Kamipun langsung menuju bandara. Di jalan menuju bandara kami bertemu satu mobil kijang Innova dan ketika kaca dibuka tampaklah Rida di balik stir mobil. “Belum ada orang!” katanya. Kami pun merasa sebal, wah sialan nih orang-orang AMA. Dalam hati aku ingin sekali menemukan orang AMA yang mengsms si Dave, membejek atau paling enggak mencekik lehernya sedikitlah..jangan sampai mati..cukup sampai sesak napas saja he..3x. Rupanya kesempatan menunggu sampai orang-orang AMA datang dimanfaatkan Rida untuk belajar mobil.
Ketika kami ke bandara ternyata memang gerbang belum dibuka. Makin dongkol deh.. kamipun akhirnya memakai waktu sedikit untuk melanjutkan tidur dan memuaskan rasa kantuk agar bisa terselesaikan. Namun ternyata tidak bisa tidur nyenyak. Satu staf AMA datang dan membuka gerbang. Mobilpun masuk ke pelataran parkir AMA.

Rida rupanya sudah selesai belajar mobil. Dua mobil langsung berkumpul di pelataran parkir AMA. Waktu menunjukkan sekitar pukul 05.30 WIT. Kesempatan menunggu dimanfaatkan oleh Dave dan Rida untuk foto-foto walaupun masih gelap.

Duh...pikiran buntu nih..Rupanya sudah jam 13.50 WIT. Saat aku menulis ini adalah hari kedua kami di sini. Sudah jam makan siang ni...lauk yang tersedia baru kelinci masak rica-rica..sedap kayaknya. Tapi lauk lain belum matang, ayam dan telur goreng. Menunggu lebih baik demi kebersamaan. Apa daya otak sudah buntu...nanti lagilah kulanjutkan.
Ok udah makan siang. Habis makan siang trus jalan-jalan ke lokasi PLTA mikro hidro Soba. Tapi itu cerita di hari kedua. Kita lanjut dulu ya....
Ketika sudah agak terang, staf-staf AMA mulai bermunculan. Barang-barang kemudian di dorong dengan menggunakan gerobak ke arah pesawat. Tapi pilot belum tiba. Kamipun foto-foto. Karena udah agak terang aku ikut foto-foto juga. Hasilnya dapat dilihat diattachment foto-fotonya ya..

Akhirnya pilot datang, cek dan recek dilakukan. Dari mulai membilas kaca depan sampai memeriksa oli pesawat. Oli samping atau oli apa tuh ya.. Ngga ngerti lah yang penting sepertinya semuanya oke. Sebelumnya aku sempat menemani Vinna dan Solekman yang memproses pembayaran ongkos pulang pergi carteran ke Soba, sebanyak Rp. 18 juta diserahkan dan dibayar tunai ke pak Yanto kepala AMA di Wamena. Sambil aku meminta sekali lagi kesediaan pak Yanto untuk menanyakan atau mengusahakan agar paling tidak kami bisa dijemput hari Sabtu.

“Oke penumpang silahkan naik” seru salah seorang staf AMA menyuruh kami semua naik. Dave dan Rida duduk di kursi depan, Vinna di belakang Rida dan Solekman di belakang Vinna. Lajur kiri di belakang Dave hanya diisi barang-barang. Aku sendiri duduk paling belakang pas di dekat pintu masuk penumpang. Pak Yusak mengambil tempat di sisi kanan pilot. Wah pak Yusak terpilih untuk jadi co-pilot nih..
Pukul 06.30 kami berangkat (kira-kira) udara kelihatan cerah. Pesawatpun berjalan menuju landasan pacu terus hingga sampai di batas garis hitam putih yang mirip zebra cross. Setelah itu pesawatpun berputar dan akhirnya kami terbang... Sebelum menuju landasan pacu tak lupa Rida berdoa untuk kami semua agar perjalanan berjalan dengan lancar. Di udara kami terpana melihat pemandangan di sisi kiri maupun kanan kami. Kami seperti melintas di celah-celah bukit. Awan-awan ada di sekeliling kami. Keindahan demi keindahan yang kami saksikan tak luput dari jepretan kamera yang dibawa oleh Dave. Bergantian Dave dan Rida mengambil gambar pemandangan yang ada di sekeliling kami.

Sekitar 10 menit di udara, Soba sudah mulai terlihat. Landasan pacunya dan rumah-rumah yang masih tampak kecil terlihat dari pesawat terlihat jelas ada di bawah kami. Pilot sekilas berkata kepada pak Yusak menunjukkan beberapa bagian landasan pacu yang belum dikupas. Itu sebabnya kata pilot MAF tidak mau untuk sementara waktu mendarat di Soba. Mereka baru mau mendarat kalau landas pacu sudah bersih dari rumput-rumput. Pesawatpun berputar satu kali dan akhirnya kami mendarat di Soba. Masyarakat sekitar tampak ramai menyambut kedatangan kami (atau kedatangan pesawat he..3x). Memang menurut masyarakat sudah lama tidak ada pesawat yang masuk ke Soba. Kami pun bertemu tukang-tukang Toraja yang sedang ada pekerjaan di Soba. Merekapun menunggu pesawat namun tetap tidak bisa karena pesawat yang mengantar kami harus segera ke Dekai kata pilotnya. Kamipun masuk ke dalam rumah klasis tempat dimana staf WVI menginap. Padahal menurut penuturan masyarakat di Soba ini ada rumah tamu tapi kalau staf WVI tetap menginapnya di rumah klasis Woso – Soba ini. Yang kami lakukan pertama kali adalah sarapan pagi. Lauk yang dibawa dari Wamena yaitu nasi kuning dan ayam segera kami santap dengan lahapnya. Itupun menurutku masih kurang. Tapi ya sudahlah nanti toh sebentar lagi teman-teman sudah bergerak untuk mempersiapkan menu santap siang. Begitu pikirku.

Sehabis sarapan kami langsung menuju ke sekolah yang ada di sebelah landas pacu. Pergi menuju sekolah ini memang enak karena jalannya menurun tapi nanti pulangnya aku sudah terbayang bakal ngos-ngosan apalagi dengan membawa beban sekian kilogram lemak ini..hiks. Tapi tetap kita melakukan proses APR dengan senang hati. Sebelumnya aku sudah meminta pak Yusak untuk mempersiapkan paling tidak 5 orang calon enumerator yang akan kami pakai untuk melakukan assessment terhadap 30 hamba Tuhan yang ada di seputaran Soba dan sekitarnya (Oakbisik dan Liliba). Kamipun tiba di sekolah. Anak-anak mulai berbaris diatur oleh seorang guru. Di sekolah ini ternyata hanya ada 3 orang guru yang namanya tercantum di papan daftar guru. Tiga guru itu sudah termasuk dengan kepala sekolahnya. Duh...kasihan sekali tapi apa mau dikata memang banyak penerimaan guru PNS namun ternyata penempatannya belum merata juga. Sampai kapan ya baru bisa merata. Kayaknya ngga bakalan merata tuh kalau masih ada oknum-oknum yang bisa disuap untuk mendapatkan penempatan yang lebih enak (huss...nanti Rida marah nih kalo baca ini. Dia kan minta penempatan di dinas he..3x). Proses APR berlangsung lumayan cepat. Sebanyak 44 anak diproses pada hari itu. Mereka harus mengisi secarik surat yang akan dikirimkan untuk sponsor mereka nanti. Buat yang bisa menulis dipersilahkan menulis sementara buat yang belum bisa menulis diperbolehkan untuk menggambar dengan spidol warna yang telah disediakan.

Sehabis proses APR kamipun kembali ke pos. Teman-teman mulai mengolah bahan-bahan makanan yang dibawa dari Wamena. Siang itu kami menyantap ayam goreng sebagai lauk kami. Sehabis makan satu-persatu dari kami mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tentu tidur siang adalah pilihan yang utama karena pagi tadi tidak seorangpun dari kami yang mengaku tidurnya cukup hari itu.

Sore harinya Dave memutuskan untuk mandi di kali. Serombongan anak-anak penggemar Dave mengikutinya dengan setia dari belakang. Menurut penuturan Dave anak-anak ini sempat jadi asistennya di kali lho...kalau butuh sabun Dave tinggal bilang sabun dan salah satu anak langsung mengambilkan untuknya. Memang artis Wamena ini punya penggemar di mana-mana.


Hari II (18/3)

Pagi ini kami semua memutuskan untuk pergi ke kali. Hanya Rida dan Vinna yang memutuskan untuk tidak mandi tapi ikut juga pergi ke kali. Oh iya untuk foto-foto di kali ngga bisa ditayangkan di sini ya...takut nanti melanggar UU APP. Tunggu dulu, sarapan dulu. Hari ini kita sarapan apa yach? Ternyata pagi ini kita melahap ikan asin goreng bersama indomie rebus. Hmm..sedap juga dan lauknya cocok. Sehabis makan kamipun bersiap-siap ke kali.
Air di kali dingin sekali. Tapi lama kelamaan aku juga terbiasa. Airnya deras dan kalau ngga jaga keseimbangan bisa kebawa arus tuh.. Aku mengambil sisi aman di tempat orang sebelum kami mandi. Sambil menikmati segar dan dinginnya air di kali tersebut kamipun tak lupa ritual-ritual saat mandi yaitu bershampo dan memakai sabun mandi. Habis mandi dengan celana yang masih basah-basah kami kembali ke rumah klasis.

Habis mandi ternyata Dave sudah punya rencana untuk mengajar di sekolah. Sekalian untuk memproses APR yang mungkin belum terselesaikan kemarin karena ada anak yang tidak masuk sekolah atau memang baru datang pada hari itu. Vinna dan Rida ikut serta dengan Dave ke sekolah sementara aku dan Solekman memutuskan untuk bekerja dengan menggunakan laptop di ruang baca di rumah klasis. Memang Soba ini sangat menyenangkan, listrik 24 jam non stop sehingga memungkinkan untuk bekerja dengan laptop. “Tinggal pasang VSAT saja” kata Solekman “mau deh gue kerja di sini sebulan atau dua bulan” lanjutnya. Menurutku sih tidak Cuma VSAT (untuk koneksi internet) dong tapi juga harus ada sinyal HP he..3x maklumlah urusan kangen-kangen dengan istri penting juga toh..

Tak berapa lama kami bekerja ternyata di kejauhan sudah terdengar suara Dave dan kawan-kawan. Rupanya mereka sudah selesai mengajar dan proses APR. Seperti hari kemarin proses pembuatan makan siang dimulai nih.. kali ini ternyata ada 2 jenis lauk yaitu ayam kampung dan kelinci kampung (?). Rupanya penggemar kelinci hanya sedikit. Sebagian besar ternyata penggemar ayam. Kelinci dimasak rica-rica sementara ayam dimasak gulai. Ternyata daging ayam yang segar memang beda dengan ayam es yang biasa disantap di Wamena. Namun kali ini ternyata pengolahan makanan memakan waktu cukup lama. Kami baru mulai makan sekitar pukul dua siang kurang sepuluh menit. But it’s worthed man! Lauknya mantap sekali apalagi kelinci rica-ricanya. Kayaknya malam ini masih makan lauk itu lagi tuh. Ngga apalah yang penting wuenak...

Habis makan pak Yusak mengajak pergi ke PLTA mikrohidro Soba. Perjalanannya hampir sama dengan perjalanan menuju ke sekolah menurun-menurun pada awalnya dan yah pasti pulangnya ngos-ngosan lagi nih pikirku! Ternyata PLTA ini sangat menarik untuk dilihat dan dipelajari. Dari bincang-bincang dengan pak Yusak saat kami tiba kembali di rumah klasis ternyata baru sekitar 20 KK yang terlayani oleh PLTA ini. Sayang sekali, pikirku, padahal tenaga yang dihasilkan cukup besar. Prediksiku sendiri dari awal sepertinya tidak salah. Kekuatan PLTA Soba ini adalah sekitar 25 kVA. Artinya kalau hanya melayani 20 KK berarti tiap KK mendapat supply kira-kira 25.000 kVA dibagi 20 yaitu 1.250 kVA. Wow! Sementara di Wamena masih ditemukan meteran listrik PLN dengan power supply hanya 400 kVA. Soba memang mantap euy! Oh iya tiap-tiap keluarga yang dilayani kelistrikannya harus menyetor iuran sebesar Rp. 20.000 per KK artinya pendapatan sebulan dari PLTA ini hanya Rp. 400.000,- bayangkan dengan listrik di Wamena yang tiap bulannya minimal harus membayar Rp. 60.000,- itupun kalau sama sekali tidak pakai atau pemakaian minimal sekali. Berarti mikro hidro menurutku adalah jalan keluar yang menarik untuk masalah kelangkaan listrik di Papua apalagi jika daerah itu memiliki air terjun seperti Soba. Eh pembaca ternyata tidak harus ada air terjun juga. Kalau tidak ada ternyata bisa membuat air terjun buatan juga. Menurut literatur yang pernah saya baca paling tidak air harus diterjunkan dari ketinggian 3 meter namun debit air harus konstan. Jumlah yang bisa dilayani dengan ketinggian 3 meter ini kira-kira adalah sekitar 7 kVA. Kecil sih tapi kalau 1 KK diberi jatah 100 VA misalnya (untuk lampu saja) maka dengan 7 kVA sudah bisa melayani 70 KK. Wow! Kalau di Papua sudah 1 desa tuh!

Waduh pikiran beku lagi nih. Selain karena udah mulai dingin. Udah mulai lapar juga. Selain itu hari kedua sudah mau selesai nih. Jadi besok baru disambung lagi...(18.55 end)
Hari III (19/3)

“Pesawat....” teriak anak-anak kecil mengagetkan kami. Ternyata pagi ini ada pesawat masuk. Rupanya pesawat tersebut hendak menjemput tukang-tukang yang sudah lama menunggu-nunggu datangnya pesawat. Tapi apa mau dikata, tukang-tukang tersebut ternyata sudah memilih untuk berjalan kaki.

Pagi ini aku bangun tidur dengan perut lapar. Aku lihat tidak ada yang bisa dimakan nih sementara teman-teman sepertinya belum ada rencana mau masak apa. Akhirnya ku masak nasi goreng dengan bumbu instan yang ada. Setelah itu kugoreng telur dadar. Lumayan... Ternyata teman-teman pun memasak nasi goreng juga. Mungkin terinspirasi karena aku masak nasi goreng. Cuma mereka lebih kreatif lah.. ada tambahan lauknya yaitu sambal goreng telur bulat.

Sehabis makan, berjalan-jalan di pasar jadi kegiatan kami. Beberapa orang enumerator yang kami kontrak untuk assessment sudah mulai berdatangan membawa kuesioner yang telah terisi. Sebagian sudah lengkap, sebagian lagi belum. Yang belum selesai terpaksa harus mengulang atau melengkapi pekerjaannya. Oh iya hari ini menyenangkan karena ternyata cuaca cerah sehingga telepon satelit yang kami bawa bisa dipakai menelepon. Istriku kaget pas aku telepon. Yah...lumayanlah paling enggak mengurangi rasa rindu dan bisa memberi kabar kalau aku di Soba baik-baik saja.

Teman-teman memutuskan untuk mandi di kali lagi tapi waktu sudah menunjukkan jam 11 ketika mereka mau ke kali. Aku sendiri sudah mandi di kamar mandi jam 10 pagi. Habisnya dah ngga tahan pengen mandi lagipula di Wamena belum pernah mandi pagi lewat jam 10 (he..3x). Merekapun pulang dengan membawa foto-foto di kali. Aku pun kemudian memindahkannya ke laptop Zyrex mini yang sengaja kubawa menggantikan sementara laptop kantor yang kusimpan di rumah.

Apa lagi ya? Makan siang kami hari ini kurang variatif. Sayur yang dibeli ternyata kurang menarik untuk dimasak. Sarden kaleng akhirnya menjadi lauk kami siang ini ditemani dengan gorengan ayam dan kelinci sisa lauk kemarin.

Sore harinya saat sedang bersantai di ruang baca kami dikejutkan oleh suara napas berat seperti orang tidur mengorok. Ternyata pak Yuben penjaga rumah ini (sebenarnya menurut pak Yusak bukan penjaga, hanya datang bantu-bantu saja) sudah terkapar di kamar mandi. Rupanya dia punya penyakit epilepsi atau orang sini biasa bilang mati-mati ayam. Menurut pak Yusak penyakit ini sudah lama diderita pak Yuben. Bisanya kambuh tiap-tiap tahun. Setelah terkapar barang satu dua hari biasanya pak Yuben kembali normal seperti sedia kala. Pak Yusak sebenarnya sudah melarang pak Yuben datang ke rumah klasis namun mungkin pak Yuben yang memang sudah akrab dengan staf ADP Kurima terutama Rida mungkin terbeban untuk bantu-bantu dan memang menurut aku sih lumayanlah peran pak Yuben selama kami ada di sini sampai hari ini. Sisa sepanjang hari ini tidak terlalu menarik, sebagian waktu diisi oleh teman-teman dengan main game di laptop.

Malam ini teman-teman tidak masak. Aku sedikit lapar namun hipere goreng cukup membantu menghilangkan lapar. Tandas lah hipere goreng yang masih sisa di piring itu...

Hmm...waktu menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit nih...aku baru bangun dari tidur sore tadi dan belum berasa mengantuk. Ngapain lagi ya? (end 07.55pm)

Ternyata setelahnya pak Yusak datang membawa kelinci goreng. Jadilah kita makan malam walau peserta makannya makin sedikit.

Tidur ah....
Hari IV (20/3)

Hari ini kami isi dengan perasaan was-was apakah pesawat akan menjemput kami. Ternyata hingga jam 11 lewat tidak ada tanda-tanda pesawat masuk. Kabut dan hujan gerimis mengisi sepanjang pagi ini. Tidak ada sinyal untuk telepon satelit.

Hari ini diisi teman-teman dengan bermain game yang ada di laptop. Masing-masing sibuk dengan game sendiri-sendiri. Aku sendiri lebih memilih untuk membaca. Hari ini kutamatkan buku Pendidikan Alternatif Qaryah Tayyibah. Isinya sangat menarik. Aku sendiri berpikir kenapa ya WVI tidak membuat metode seperti ini. Biayanya murah dan yang penting ternyata untuk mewujudkan pendidikan yang baik harus ada hubungan dengan dunia luar dalam hal ini penyediaan akses internet selama 24 jam. Aku jadi membayangkan kalau seandainya bisa membuat sekolah yang serupa di wilayah layanan WV yang ada di Papua. Tapi lagi-lagi pikiran negatif tentang partisipasi masyarakat menghantuiku. Kalau mereka menganggap itu tidak penting itu bagaimana? Selama ini masalahnya selalu begitu tidak ada hal yang kita lakukan yang dianggap penting oleh masyarakat. Yang dianggap sebagai kebutuhannya. Contoh nyata saja kutemukan di Soba ini. Air banyak sekali, jernih sekali tapi berapa banyak anak-anak sekolah yang mandi sebelum berangkat sekolah? WV sudah membagikan begitu banyak handuk dan sabun mandi. Sikat gigi dan lain-lain. Tapi yah itu tidak dianggap sebagai kebutuhan penting oleh mereka.

Aku lupa sepanjang sisa hari ini ngapain aja. Yang jelas sorenya aku tidur pulas sekali mungkin karena kepala mulai pusing dan persendian rasa tidak enak.
Hari V (21/3)

Hari ini hari Minggu. Aku mulai terserang gejala-gejala flu dan awalnya memutuskan tidak ikut ke gereja karena jalannya yang mendaki. Dave sudah memutuskan tidak ikut. Takut pingsan di jalan kalee...
Aku, Solekman, dan Rida bersama pak Yusak dan anaknya Kia berjalan pelan-pelan menyusuri jalan setapak menuju gereja GIDI jemaat Imanuel Soba. Kadang kami harus beristirahat untuk mengambil napas. Apalagi aku yang gampang sekali sesak, wah kayaknya sudah tua sekali padahal tanggal 15 Maret lalu baru ultah ke 33. Saat-saat seperti ini selalu ada tekad harus lari pagi...harus lari pagi tapi begitu sampai di Wamena paling lupa lagi dengan tekadnya..:-)
Akhirnya kami sampai di gereja, belum ada tanda-tanda mau mulai. Jam tanganku menunjukkan pukul 10.20 WIT. Wah kira-kira selesai jam berapa yah nanti? Di depan gereja ibu-ibu bersama anak balitanya terlihat duduk berkeliling. Satu orang ibu tampak berbicara ke ibu lainnya. Semua ibu dengan serius melihat ke Alkitab masing-masing seraya satu dua ibu tampak mengangguk-angguk setiap ibu tadi berbicara. Ibu itu suaranya tegas. Tampaknya mereka sedang membahas beberapa ayat di dalam Alkitab. Aku tidak tahu ayatnya karena aku, Solekman, dan Rida sudah sibuk foto-foto he..3x
Akhirnya gereja dimulai. Bacaan hari ini adalah Ibrani 12: 22 isinya tentang apa ya? Isinya tentang bukit Sion sebagai tempat terakhir tujuan orang-orang yang mengikut Yesus. Bukit Sion di sini bukanlah bukit Sion secara fisik tapi sebuah tempat yang digambarkan seperti Kanaan di perjanjian lama. Oh iya hari ini kami mendapat hadiah sebuah lagu dari kaum perempuan. Hadiah itu diberikan kepada kami sebagai orang-orang baru yang baru saat itu beribadah di sana.
Sekitar pukul 12.15 ibadah selesai. Kami kembali berjalan menuruni bukit setelah sebelumnya menyalami beberapa orang penatua di sana.

Teman-teman sedang menyiapkan makan siang. Lauk semakin menipis nih..tapi yang penting makan toh...semangat! (di luar rintik-rintik hujan turun lagi, mudah-mudahan besok ngga hujan..)

Siang ini.....

(wah..baru lihat lagi file ini setelah 3 bulan dan dah lupa semuanya (04/06) wkwkw....intinya akhirnya kami semua kembali ke Soba tanggal 22nya eh ato tanggal 23nya ya? Yang jelas kami bertiga aku, Solekman, dan Dave terlambat 1 hari di Regio Meeting dan ketika kami masuk ke ruang meeting di hotel Yasmin langsung disambut ucapan selamat datang dari mas Wangsit yang waktu itu ternyata ketua kelas. Tapi sambutan ngga lama, ROM langsung menyambar “sudah..suruh mereka bikin kesimpulan saja...” he...he..he... demikianlah rekan-rekan semua pengalaman kami di Soba yang berakhir dengan keceriaan di regio meeting. God bless us all..!)