Selasa, 03 Oktober 2017

PERCAKAPAN MALAM ITU


Celengan Doraemon (paling kiri) dan Hello Kitty (paling kanan) yang tersalahgunakan. Sumber gambar: Tokopedia


Tadi malam terjadi sebuah percakapan penting di keluarga kami. Semua bermula dari kejadian yang berlangsung kemarin malamnya lagi yang dilakukan oleh anak kami Gwen dan sepupunya Gabriel. Waktu itu karena kelelahan, opung boru mereka berdua yang harusnya mengawasi ternyata ketiduran. Maklum opung boru ini kerjanya sangat keras karena ketiadaan tukang cuci gosok di rumahnya di Palembang.

Ketika opung borunya tertidur, mulailah Gwen dan Gabriel beraksi. Mereka berdua mengeluarkan uang logam dari celengan plastik dan dituangkan ke dalam mangkok. Setelah semua uang dari dua celengan Hello Kitty dan Doraemon itu tertuang seluruhnya ke dalam mangkok, maka kemudian susu cair pun dituangkan. Ampun deh! Setelah itu bertumpahanlah susu yang dituang itu ke atas seprei dan membasahi seluruh tempat tidur. Opung borupun terbangun dan marah besar.

Keesokannya mama Gwen pulang dari tugas jaganya dan oleh opung boru diceritakanlah semua peristiwa itu. Maka seperti kebiasaan di keluarga kami, Gwen pun mendapat “ceramah” dan untuk itu papanya pun harus dihubungi.

Awalnya Gwen tidak mau terima dan tidak mengganggap itu sebuah kesalahan. Kebetulan Gabriel mungkin baru belajar tentang “good” dan “bad” di sekolahnya dan menurut Gabriel apa yang mereka lakukan berdua masuk dalam kategori “good”. Alasannya mereka hanya minum susunya saja dan tidak menelan uang logamnya. Ampun deh! Bayangkan susu bercampur uang logam yang beralih dari tangan ke tangan itu. Belum lagi zat kimia pembuatan uang yang masih menempel di uang logam tersebut. Opung borunya pun semakin marah karena tidak ada yang tahu apakah benar mereka berdua tidak ada yang menelan uang logam dari celengan tersebut.

Sebelum saya melanjutkan cerita ini, ada baiknya kita kenali dulu tokoh-tokoh utamanya. Gwen adalah putri kami yang November nanti genap berusia 4 tahun dan Gabriel adalah keponakan kami yaitu anak dari adik ipar saya yang November nanti genap berusia 4,5 tahun. Mereka berdua selisih usia 6 bulan. Saat ini ibunya Gwen sedang bersekolah lagi di FK Unsri dan saya sendiri, ayahnya Gwen bekerja di sebuah yayasan sosial di Surabaya. Sudah, segitu saja pengantarnya. Yuk, kita lanjut ceritanya…

Gwen mengamini perkataan Gabriel kalau mereka berdua tidak bersalah. Ketika mamanya Gwen pulang, maka mereka berdua pun masuk ke dalam kamar dan membahas masalah ini. Saya pun dihubungi via telepon genggam. Ketika saya berhasil dihubungi maka Gwen pun dengan gayanya mulai pura-pura tidur sambil mengeluarkan suara ngorok. Ampun deh anak kami ini gayanya…

“Pa.. ini Gwen nih Pa.. melakukan kesalahan dia ini… “ suara mamanya di seberang telepon terdengar. Sayup-sayup kudengar suara ngorok.

Lho.. siapa yang ngorok?” tanyaku.

“Ya Gwen lah Pa.. biasa.. pura-pura orok dia.. “ jawab mamanya. Suara ngorok terdengar semakin dikeraskan.

Akhirnya kami membahas peristiwa itu dengan Gwen. Bertanya kepadanya kenapa hal itu dilakukan dan apa dampak buruknya. Kami infokan bahwa uang itu tidak bersih. Uang itu berpindah dari tangan ke tangan dan mengandung banyak sekali kuman. Lalu kami pun bertanya apakah Gwen sudah menyadari kesalahannya. Tapi Gwen tetap berkeras bahwa semua itu bukan kesalahannya. Mamanya pun kembali bertanya.

“Terus salah siapa dong kalau Gwen nggak merasa bersalah” tanya mamanya. Dan coba tebak apa jawaban Gwen yang mengagetkan kami berdua.

“Semua itu salah mama dan papa… “ jawab Gwen sambil memasang wajah ekspresif dan jarinya menunjuk-nunjuk yang membuat kami berdua terkejut. Duh! Rasanya seperti tertikam bercampur kaget karena anak kami bisa mengucapkan hal itu. Istri saya yang terkejut dengan pernyataan Gwen mencoba melakukan klarifikasi atas jawaban yang mengejutkan itu.

“Kenapa kok salah mama dan papa?” selidik mamanya Gwen. Kami berdua sedikit berharap mungkin ini karena pengaruh tayangan sinetron yang secara tak sengaja sering tertonton olehnya.

“Mama sekolah…” kata Gwen. Mamanya terkejut.

“Terus salah papa?” tanya mamanya.

“Papa di Surabaya..” jawab Gwen. Kali ini saya yang terkejut.

Kami berdua kemudian sibuk mencari pembenaran atas situasi yang terpaksa Gwen alami. Terlepas dari itu pengaruh sinetron atau bukan, jelas sekali kemampuan analisisnya berkembang dengan sempurna. Kami orangtuanya yang semakin merasa bersalah atas kondisi yang dialaminya. Walau akhirnya Gwen minta maaf karena telah meminum susu kotor itu, dalam hati kami berdua sadar bahwa kami berdualah sebenarnya yang perlu banyak-banyak minta maaf padanya.

Keesokan harinya hal ini masih jadi perbincangan saya dan istri. Kamipun sepakat sehabis istriku menyelesaikan pendidikannya, tak boleh ada ambisi lainnya. Tak boleh lagi tinggal berjauh-jauhan. Ambisi yang ada hanya untuk Gwen (dan adiknya jika nanti Tuhan berikan) agar bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam kasih sayang kami sebagai orangtuanya.

Love u boruku...