Senin, 15 Agustus 2011

Be a Motivational Leader – Lasting Leadership Principles

Be a Motivational Leader – Lasting Leadership Principles
LeRoy Eims
Mengenai buku ini Charles R. Swindoll mengatakan “You’re in for a treat!” artinya lebih banyak menyiratkan bahwa setelah membaca buku ini kita seolah-olah seperti ditraktir makan gratis. Isi bukunya enak dan menarik dibaca. Tidak seperti buku-buku dengan latar belakang Kristiani lainnya, buku ini tidak mau memusingkan pembaca dengan banyak sekali ayat-ayat Alkitab. Beberapa kutipan ayat Alkitab disampaikan secara gamblang, seperlunya dan tepat sasaran.
Bagaimana menjadi pemimpin yang memotivasi? LeRoy menuturkan 12 hal yang mutlak harus dilakukan agar bisa menjadi pemimpin yang memotivasi. Dua belas hal tersebut adalah:
  1. Jadilah pemimpin yang bertanggung jawab (responsible)
  2. Jadilah pemimpin yang bertumbuh (growing)
  3. Jadilah pemimpin yang memberi contoh (exemplary)
  4. Jadilah pemimpin yang menginspirasi (inspiring)
  5. Jadilah pemimpin yang efisien (efficient)
  6. Jadilah pemimpin yang peduli (caring)
  7. Jadilah pemimpin yang komunikatif (communicating)
  8. Jadilah pemimpin yang berorientasi tujuan (goal-oriented)
  9. Jadilah pemimpin yang bisa memutuskan (decisive)
  10. Jadilah pemimpin yang kompeten (competent)
  11. Jadilah pemimpin yang mempersatukan (unifying)
  12. Jadilah pemimpin yang bekerja (working)
Ke-duabelas hal tersebut akan dibahas satu persatu di bawah ini. Dengan menguraikan dua belas langkah tersebut kiranya memampukan kita untuk dapat menjadi pemimpin yang mampu memberikan motivasi.
I. Pemimpin yang Bertanggung Jawab
Ketika tentara Amerika gagal menyelamatkan 50 warga Amerika yang disandera di Teheran pada 25 April 1980 presiden Carter tampil di televisi dan mengatakan bahwa semua itu adalah tanggung jawabnya. Ketika presiden tampil di televisi maka redalah pembicaraan dan rumor yang saat itu terjadi di Amerika. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan NASA. Ketika ada rumor tentang akan jatuhnya Skylab seberat 77.5 ton, NASA tidak mengambil tindakan bahwa seharusnya merekalah yang bertanggung jawab atas kejatuhan tersebut. NASA bertanggung jawab menempatkan Skylab di orbit namun tidak menerima tanggung jawab mengenai dimana Skylab akan jatuh.
Ketika Tuhan mengkonfrontasi Adam akan dosanya, Adam bisa saja langsung mengatakan bahwa Tuhan benar. Itu memang dosanya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Adam menyalahkan istrinya dan istrinya pun menyalahkan ular.
Raja Salomo menekankan 5 hal yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Kelima hal tersebut ialah:
1. Mampu menegur atau memperbaiki kesalahan orang lain.
2. Mampu menerima tanggung jawab utnuk memutuskan sesuatu.
3. Mampu mendengar kritik yang diberikan orang lain.
4. Mampu berlaku jujur.
5. Mampu berlaku adil.
II. Pemimpin yang Bertumbuh
Seorang pemimpin harus selalu bertumbuh. Ada beberapa musuh yang bisa menghalangi seorang pemimpin untuk bertumbuh yaitu:
1. Rasa bangga.
2. Rasa malas/ kemalasan.
Sedangkan teman atau yang mendukung pertumbuhan seorang pemimpin adalah:
1. Humility/ kerendahan hati.
2. Godliness/ kesalehan.
3. Prudence/ kebijaksanaan.
III. Pemimpin yang Memberi Contoh
Ketika penulis buku ini dahulu pernah membeli sebuah mesin sensor kayu dengan tujuan untuk membuat kayu bakar untuk perapian rumahnya, penulis buku ini memperoleh sensor kayu tersebut dalam bentuk yang belum dirakit. Yang dia punyai saat itu adalah sebuah manual atau petunjuk untuk merakit mesin sensor tersebut. Saat ia mencoba memasangnya, ia kemudian disulitkan dengan beberapa istilah teknis yang ia tak mengerti. Akhirnya hingga saat ini mesin tersebut tak pernah dirakit dan tahun-tahun berlalu tanpa ada kayu di perapian hasil dari mesin sensor tersebut. Hal yang berbeda terjadi ketika penulis buku ini mengikuti wajib militer dimana salah satu aktifitasnya adalah merakit senjata sebuah MI rifle. Dengan dipandu seorang instruktur penulis buku ini kemudian berhasil merakitnya bahkan dalam sebuah kesempatan ada satu kompetisi dimana merakit MI rifle dilakukan dalam kondisi mata tertutup. Saat itu meskipun bukan yang terbaik, penulis buku ini mampu menyelesaikan tantangan tersebut. Apa bedanya dua situasi ini? Ternyata bukanlah soal kompleksitasnya masalah karena kompleksitas keduanya masih sama (sama-sama kompleks) namun bedanya lebih kepada sentuhan personal dimana dibutuhkan seseorang yang mampu mendampingi hingga bisa. Seseorang yang ada untuk mendemonstrasikan dan selalu siap membantu.
Dawson Trotman menjelaskan 5 langkah yang dapat dilakukan untuk membantu seseorah mempelajari sesuatu hal (dalam buku dijelaskan untuk seorang yang baru saja menjadi Kristen) yaitu:
Katakan padanya apa (what)
Katakan padanya kenapa (why)
Perlihatkan padanya caranya (how), untuk poin ini secara khusus Daws mengatakan “pegang tangannya dan pimpin ia melaluinya”
Bantulah ia untuk memulai (get started); dan
Bantulah ia untuk tetap melanjutkannya (keep going)
Hal penting lain yang diungkapkan dalam sesi ini adalah ketika seorang pemimpin mengatakan sesuatu maka pemimpin tersebut juga harus melakukannya dalam kehidupannya sehari-hari. Ada suatu contoh tentang hal ini ketika penulis buku memberikan instruksi memasang dasi pada seorang gadis (yang belum pernah tahu cara memasang dasi sebelumnnya) dengan hanya berkata-kata tanpa menunjukkan caranya. Hasilnya si gadis sama sekali tidak bisa melakukannya dengan baik. Ketika instruksi diulang sambil penulis buku ini mempraktekkannya dengan mudah si gadis bisa meniru dan memasang sebuah dasi.
IV. Pemimpin yang Menginspirasi
Ketika penulis buku ini mengajukan sebuah pertanyaan di suatu forum yang berisikan 200 pemimpin muda “Kenapa anda mengikuti pimpinan departemen anda?”, ada 3 jawaban yang mengemuka:
1. Ada visi si pemimpin tersebut dimana kalau visi itu dilakukan, hidup mereka akan lebih baik.
2. Ada ketersediaan (availabilty) si pemimpin. Ketika mereka butuh konseling si pemimpin selalu ada untuk mereka.
3. Ada komitmen dari si pemimpin. Alasan mereka mengikuti si pemimpin adalah adanya komitmen si pemimpin untuk membantu mereka bertumbuh dan mengembangkan kemampuan (spiritual) mereka.
Dalam bab ini juga dijelaskan satu persatu mengenai kualitas apa yang dibutuhkan seorang pemimpin, yaitu:
1. Kejujuran (honesty)
2. Kesetiaan (loyalty)
3. Kemurah-hatian (generosity). Dalam bab ini penulis menjelaskan bagaimana cara seorang pemimpin mengelola pujian. Dalam mengelola pujian ada beberapa prinsip yang harus dijalankan:
a. Harus berhati-hatilah dalam memberikan pujian. Pujian yang berlebihan dapat menghancurkan seseorang.
b. Jelaskan pada orang lain bagaimana menerima sebuah pujian sebagaimana adanya yaitu untuk menjadi usaha yang jujur dalam memberikan semangat.
c. Jelaskan pada orang lain bahwa kita ini tak lebih dari sebuah saluran.
4. Kerendah-hatian (humility)
Ada 2 prioritas yang harus dilakukan seorang pemimpin yaitu:
1. Memilih dengan bijaksana
2. Menginvestasikan waktu
V. Pemimpin yang Efisien
Ada beberapa prinsip dalam menjadi seorang pemimpin yang efisien, yaitu:
1. Menerima arahan
2. Berkomunikasi dengan staf
3. Mendelegasikan tanggung jawab
4. Selalu ada
5. Mengevaluasi secara teratur
Seorang pemimpin harus secara rutin bertanya pada diri sendiri:
Apakah saya sudah punya arahan yang jelas dari Tuhan? (kehendak Tuhan bagi saya)
Apakah saya selalu mengatakan dengan benar pada bawahan saya apa hal-hal yang harus mereka lakukan/
Apakah saya membiarkan bawahan saya melakukan hal-hal tersebut?
Apakah saya membantu mereka saat diperlukan?
Apakah saya memberikan umpan balik ke mereka mengenai bagaimana mereka melakukannya?
VI. Pemimpin yang Peduli
Berbicara soal pemimpin yang peduli diibaratkan seperti seorang gembala. Ada berbagai jenis gembala. Ada gembala yang peduli dengan domba-dombanya dan ada yang tidak terlalu peduli dengan urusan “kebutuhan” domba-dombanya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi gembala yang peduli. Pertama, pemahaman yang jelas tentang kebutuhan dasar dari seekor domba. Kedua, kerajinan dan keinginan yang kuat untuk memberikan kebutuhan dasar tersebut (dengan kata lain: mampu mencari tahu apa yang harus dilakukan dan melakukannya!). Ada beberapa hal yang bisa menghalangi seorang gembala untuk mempunyai kerajinan (sifat rajin) yaitu:
1. Fokus hanya pada diri sendiri (self-centeredness)
2. Kebodohan (tidak mau belajar) (ignorance)
3. Kemalasan (sloth)
4. Pengalih perhatian (diversions)
Seorang pemimpin yang peduli juga harus bisa melihat kesempatan dalam memenuhi kebutuhan orang yang dipimpinnya. Menjadi pemimpin yang peduli berarti menjadi seorang gembala yang baik (lihat Amsal 27:23 “Kenallah baik-baik keadaan kambing dombamu, perhatikanlah kawanan hewanmu”). Menjadi pemimpin yang peduli juga menjawab tantangan dari Tuhan sama seperti pertanyaan yang diajukan Tuhan pada Petrus, “Apakah kamu benar-benar mencintaiku? ... gembalakanlah domba-dombaku” (Yohanes 21:16)
VII. Pemimpin yang Komunikatif
Seorang pemimpin harus bisa memberikan informasi. Penulis buku ini mencontohkan pada pembaca tentang surat-surat yang Paulus tulis. Ada beberapa contoh bagaimana Paulus dengan jelas menginformasikan apa yang harus dikerjakan rekan sepelayanannya. Contohnya dapat dilihat di Kolose 4: 7-9 dimana Paulus memberitahukan perihal tugas Tikhikus kepada jemaat di Kolose yaitu untuk menghibur mereka dan memberitakan tentang apa yang Paulus kerjakan.
Pemimpin yang komunikatif selalu menyampaikan informasi bagi yang memerlukannya. Dia juga harus terus-menerus memberikan informasi yang dibutuhkan bawahannya. Sebagai contoh setiap fase awal dalam mengerjakan suatu proyek seorang pemimpin harus memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana proyek itu harus dikerjakan. Informasi yang diberikan seorang pemimpin tidaklah seperti informasi yang kita terima semasa kita kanak-kanak dulu, “jangan makan itu, itu akan membuatmu gemuk. Jangan makan ini, itu akan membuat gigimu busuk..” dan lain sebagainya. Informasi yang baik menurut Salomo adalah:
1. Informasi yang waktunya pas (timely information)
2. Informasi yang akurat (accurate information)
3. Informasi yang sewajarnya (appropriate information)
4. Informasi yang memberikan motivasi (motivating information)
VIII. Pemimpin yang Berorientasi Tujuan
Setiap orang butuh tujuan. Mereka juga membutuhkan bantuan untuk mencapai tujuan tersebut. Kepemimpinan yang baik mampu menolong seseorang untuk menetapkan tujuannya, membantu mereka dalam menilai kemajuan pencapaian tujuan mereka, dan tetap mendampingi mereka maju sesuai waktu yang ditetapkan, di jalur yang sama dan target yang sama.
Saat kita bertanya mengapa seseorang itu membutuhkan tujuan maka ada 3 hal yang menjadi jawabannya:
1. Arah (direction)
2. Kemajuan (progress)
3. Pencapaian (accomplishment)
Salah satu tujuan Nehemia dalam membangun tembok adalah “..supaya kita tidak lagi dicela”. Demikian juga seorang pemimpin harus bisa membantu dalam menetapkan tujuan seseorang. Tujuan tersebut bisa dalam jangka panjang yang kemudian harus dibuatkan tujuan jangka pendeknya. Kenapa tujuan jangka panjang harus juga dibuatkan tujuan jangka pendeknya? Karena tujuan jangka pendek terbagi-bagi dalam beberapa tahap yang kalau dilihat memungkinkan untuk dicapai dan membuat orang tersebut ingin maju dan maju lagi untuk mencapai beberapa tujuan jangka pendek yang akhirnya mencapai tujuan jangka panjangnya.
Seorang pemimpin juga harus bisa menjelaskan ke pengikutnya bahwa untuk mencapai tujuan dibutuhkan keteguhan hati dan aksi. Dalam beraksi untuk mencapai tujuan seorang pemimpin harus memperhatikan 2 hal yaitu:
1. Waktu yang tepat untuk beraksi (timing)
2. Implementasi dari tujuan (implementation)
IX. Pemimpin yang Bisa Memutuskan
Membuat keputusan itu adalah hal yang sulit. Penulis buku ini mencoba mensarikan kenapa membuat keputusan itu adalah hal yang sulit, antara lain karena:
1. Kebingungan akan kehendak Tuhan bagi kita (Confusion about the will of God)
2. Keinginan untuk tidak menyakiti seorangpun (the desire to hurt no one)
3. Tidak mau merasa tidak populer (a distaste for unpopularity)
4. Terlalu sibuk (too busy)
5. Rasa takut (cowardice)
6. Kebodohan (ignorance): karena tidak punya fakta yang cukup untuk membuat suatu keputusan.
7. Sudah dipenuhi rasa bangga (pride)
Bagaimana seorang pemimpin bisa membuat keputusan yang bagus? Ada baiknya berpegang pada Amsal 16: 25 “Ada jalan yang disangka lurus tetapi ujungnya menuju maut”. Berikut ini hal-hal yang harus dimiliki seorang pemimpin untuk membuat suatu keputusan yang bagus:
1. Kemampuan dalam mengenali keputusan yang buruk
2. Kemampuan dalam mendefinisikan masalah
3. Kemampuan mendengar sebelum menjawab
4. Kemampuan menawarkan saran melalui brainstroming
5. Kemampuan menyempitkan/ membatasi ruang
6. Kemampuan membuat keputusan itu sendiri
7. Kemampuan menjalankan keputusan yang telah dibuat dalam team work.
X. Pemimpin yang Kompeten
Ada 3 hal penting yang dibahas dalam bab ini yaitu:
1. Seorang pemimpin tidak pernah “tahu segalanya”. Seorang pemimpin yang efektif tidak boleh merasa cepat puas pada dirinya melainkan harus mencari berbagai cara untuk menjadi lebih ahli, lebih berpengetahuan, dan lebih baik dalam menjalankan pekerjaannya.
2. Seorang pemimpin “tahu apa yang harus dikerjakannya”. Seorang pemimpin harus memimpin dan untuk bisa memimpin dia harus tahu apa yang dikerjakannya. Ketika bawahan sadar bahwa pimpinannya adalah orang yang tidak kompeten rekasi yang terjadi adalah: mereka bisa meninggalkan si pemimpin, menggerutu dan mengeluh, dan bahkan memaksa si pemimpin untuk pergi. Kompetensi seorang pemimpin akan sangat membantunya dalam membantu motivasi dan menaikkan moral bawahannya.
3. Seorang pemimpin “menyelesaikan pekerjaannya”. Sering lebih mudah untuk memulai daripada menyelesaikan suatu pekerjaan. Selain seorang pemimpin harus menyelesaikan pekerjaanny, dia juga harus bisa membantu bawahannya menyelesaikan pekerjaannya. Bahkan membawa bawahannya untuk mencapai kesuksesan.
XI. Pemimpin yang Mempersatukan
Ada 4 hal yang menghancurkan persatuan:
1. Fitnah (slander)
2. Kemarahan (anger)
3. Rasa bangga (pride)
4. Iri hati (jealousy)
Ada 3 hal yang membangun persatuan:
1. Kasih sayang (love)
2. Kontrol (control)
3. Kebaikan (kindness)
Dalam bab ini juga dibahas mengenai 4 tanggung jawab seorang pemimpin dalam memelihara hubungan dengan bawahannya menjadi suatu hubungan yang harmonis dan satu. Dengan demikian menjaga teamnya tetap “on target” dan terus termotivasi dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka:
1. Menjaga integritas (integrity)
2. Mampu mengendalikan diri (restraint)
3. Memelihara selera humor (good humor)
4. Memelihara pertemanan (friendship)
XII. Pemimpin yang Bekerja
Dalam bab terakhir buku ini menerangkan apa yang disebut dengan pemimpin yang bekerja. Kenapa seorang pemimpin harus ikut ambil bagian dalam bekerja? Karena dalam bekerja seorang pemimpin menetapkan dirinya sebagai contoh bagi bawahannya untuk diikuti. Seorang pemimpin harus menjadi seorang pekerja sepanjang hidupnya. Tidak hanya menjadi seorang pekerja tetapi juga seorang pekerja plus yang tidak hanya bekerja tapi juga melatih orang lain untuk bekerja. Bagaimana melatih orang lain untuk bekerja? Yaitu dengan cara memperlengkapi mereka dengan keahlian yang mereka perlukan untuk bekerja.
Ada satu kata yang sangat bermakna yang diambil dari bahasa Yunani “katartizo” yang terus-menerus diulang dan dicari maknanya dalam bab ini. Makna yang lebih mengena adalah “memperlengkapi”. Jadi konteks bekerja yang diangkat di sini adalah bagaimana seorang pemimpin itu mampu memperlengkapi bawahannya dengan berbagai hal sehingga bawahannya bisa menjadi seperti pemimpin itu. Seorang guru tidak mengajari muridnya untuk menjadi lebih dari dia namun menjadi sama seperti dia.
Akhirnya, dengan menjalankan ke dua belas langkah tersebut Anda akan menjadi seorang pemimpin yang memberikan motivasi bagi orang-orang yang dipimpinnya dan memelihara motivasi dan moral bawahannya ke tingkat yang paling tinggi. Keputusan ada di tangan Anda. Anda bisa memilih hanya menjadi seorang penonton melihat orang lain bekerja atau memilih bergabung dalam “pasukan” pekerja.
“Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit ...” (Lukas 10: 2)
Book review by Willy Sitompul, August 2011