Rabu, 04 Januari 2012

Dasar Hidup Masyarakat Jayawijaya

Suatu kali saya sempat mengajukan pertanyaan kepada seorang ahli budaya yang tinggal di Wamena, kebetulan beliau juga adalah orang asli Wamena yang menekuni soal sejarah dan budaya. Beliau bernama Niko A. Lokobal. Waktu itu beliau menjawab dalam bentuk tulisan yang disampaikan ke saya pada tanggal 10 Juni 2011. Saya baru sempat menuliskannya kembali sekarang. Berikut ini saya paparkan kembali apa yang dituliskan beliau untuk saya (dr. Willy Sitompul) mengenai dasar hidup masyarakat Jayawijaya.

Masyarakat Jayawijaya adalah masyarakat yang menghormati tanah. Dalam hal ini:
• Tanah sebagai dasar hidup mereka
• Tanah sebagai akar hidup mereka
• Tanah sebagai ibu yang memberdayakan hidup melimpah

Maka tanah adalah “kudus/ sakral” dalam pandangan mereka. Pada tanah dibuat batas (pagar) kepemilikan dalam bentuk tanaman atau batu sebagai batas penguasaan (kepemilikan). Sambil bekerja anak-anak generasi berikutnya diberi tahu cara membuat pagar dan memelihara batas-batas tersebut. Juga tentang kesakralan tanah.

Tanah Harus Beristirahat. Pada saat tanah beristirahat, manusia tidak boleh beraktifitas apapun yang berhubungan dengan tanah. Kesakralan tanah diumumkan oleh penguasa wilayah misalnya wilayah Mukoko atau Welisi dan Assolokobal.

Penguasaan wilayah direbut melalui perang suku yang disponsori oleh kepala suku dari konfederasi tertentu. Kemudian beberapa konfederasi itu membentuk aliansi jika menghadapi perlawanan dari aliansi lain. Jadi sistim aliansi dan konfederasi berlaku ketika menghadapi peperangan atau perlawanan. Ada pula perang antar konfederasi. Ketika menghadapi perlawanan dari luar konfederasi mereka bersatu sebagai aliansi untuk menghadapi musuh bersama.

Tokoh mitos yang disebut Naruekul adalah satu dan sama bagi masyarakat Jayawijaya. Setiap marga atau klan memiliki totem masing-masing dimana setiap totem mengarah pada Naruekul sebagai tokohnya. Jika ditelusuri terus maka tokoh mitos tersebut ternyata dibunuh dan kemudian dipotong-potong dan dibagikan ke kelompok-kelompok orang. Setiap kelompok orang yang memperoleh bagian tertentu kemudian menyebar sampai ke seluruh lembah Baliem hingga ke arah Barat.

Menurut Niko Lokobal, sampai saat ini pada setiap pertemuan atau konflik yang beliau saksikan selalu mengarah pada Naruekul sebagai dasar hidup masyarakat Jayawijaya. Sehingga kesimpulan beliau adalah: dasar segala aktifitas masyarakat Jayawijaya adalah tanah yang disirami darah Naruekul sebagai tokoh mitosnya.

Tidak ada komentar: