Jumat, 27 Juni 2014

Peran Komunitas Di Daerah Sulit Untuk Meningkatkan Penemuan Kasus TB



Saat membuka file foto-foto lama, saya melihat beberapa foto ketika saya masih bergabung di salah satu program penanggulangan TB bersama salah satu NGO di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Foto itu unik menurut saya, dan ketika melihatnya, sesaat terlintas pengalaman saya dan rekan-rekan waktu itu untuk berusaha menjangkau beberapa daerah yang sangat sulit hanya untuk melakukan sosialisasi tentang bahaya penyakit TB. Jalan mendaki dan perjalanan menyeberang laut dari satu pulau ke pulau lain harus ditempuh. Di satu sisi ada susahnya dan di sisi lain lebih banyak kesenangannya. Susah ketika mendaki melewati jalan yang terjal biasanya terbayar dengan sambutan ramah-tamah dari penduduk lokal yang dengan rela memberikan tumpangan untuk tempat menginap dan jamuan ala kadarnya.
Jalan mendaki harus ditempuh untuk sosialisasi bahaya TB hingga ke desa-desa (Foto: dok. pribadi)

Oh iya, sekedar untuk mengetahui apa itu TB atau Tuberculosis maka berikut ini saya sampaikan gejala-gejala umum yang sering didapat. Pada umumnya gejalanya adalah sebagai berikut:

Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih berikut gejala lain yang sering dijumpai antara lain: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.

Sedangkan untuk terapi TB, karena yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB itu sendiri, maka pengontrolan efektif TB adalah dengan cara mengurangi pasien TB tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TB saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Sedangkan untuk imunisasi masih kontroversial di beberapa negara. Indonesia adalah salah satu negara yang mewajibkan imunisasi BCG sementara di Amerika imunisasi ini bukanlah keharusan namun Amerika sangat ketat dalam melakukan deteksi penderita sehingga mereka yakin penyebaran TB di komunitasnya bukanlah masalah yang serius.

Dalam strategi terapi DOTS ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosis pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TB berikutnya. 

TB hingga sekarang masih menjadi masalah kesehatan besar termasuk untuk negara berkembangseperti Indonesia. Karena besarnya permasalahan yang diakibatkan TB, maka TB tercakup sebagai salah satu indikator keberhasilan program MDG’s. Indikator MDG’s untuk TB yang harus dicapai Indonesia yaitu menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat TB menjadi setengahnya pada tahun 2015, dibandingkan dengan kondisi tahun 1990.

Menurut Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P., MARS, hampir semua target MDG’S untuk TB di Indonesia sudah tercapai. Pencapaian target MDG’s untuk TB yaitu kejadian TB semua kasus per 100.000 penduduk yaitu 206 pada tahun 1990 menjadi 185 pada tahun 2012 (sudah tercapai); prevalensi TB semua kasus per 100.000 penduduk yaitu 443 pada tahun 1990 menjadi 297 pada tahun 2012 (belum tercapai); angka kematian TB per 100.000 penduduk yaitu 92 pada tahun 1990 menjadi 27 pada tahun 2012 (sudah tercapai); angka penemuan kasus TB (CDR) yaitu 19,7% pada tahun 2000 menjadi 83% pada tahun 2012 (sudah tercapai) dan angka keberhasilan pengobatan TB (SR) yaitu 87% pada tahun 2000 menjadi 90% pada tahun 2012 (sudah tercapai).

Walaupun sudah ada kemajuan, menurut beliau, namun beban permasalahan TB di Indonesia masih cukup besar, yaitu angka kematian sebesar 67.000 orang per tahun dan angka insidensi 460.000 per tahun.

Pada peringatan Hari TB Sedunia tahun ini, ditetapkan tema “Reach the 3 Million, find, treat and cure for all”. Sedangkan Indonesia menetapkan tema “ Temukan dan Sembuhkan Pasien TB ”, dengan tujuan untuk memberikan akses universal dalam pelayanan TB dengan melibatkan semua penyedia layanan kesehatan dalam pengendalian TB yang menerapkan strategi DOTS berkualitas, sehingga hak pasien terjamin dalam memperoleh diagnosis dan pengobatan TB yang standar. Dengan demikian pasien TB dapat terpantau kepatuhan dan ketuntasan berobatnya serta terlaporkan dalam sistem surveilans nasional pengendalian TB. 

Bagaimana cara menemukan dan menyembuhkan pasien TB itulah yang menjadi permasalahan di tempat-tempat terpencil, termasuk tempat-tempat yang pernah saya kunjungi di tahun 2004 di wilayah kabupaten Alor itu. Keberadaan fasilitas kesehatan yang belum memadai waktu itu mengharuskan tenaga kesehatan yang ditempatkan di desa-desa tersebut harus berjalan kaki jauh-jauh ke kota atau harus naik perahu untuk mengantarkan sediaan sputum yang telah difiksasi. Buat yang awam, sputum itu adalah dahak. Seseorang yang dicurigai menderita TB harus menjalani tiga kali pemeriksaan dahak yang dikenal dengan singkatan SPS yaitu: Sewaktu, Pagi, dan Sewaktu. Sewaktu adalah dahak dikumpulkan saat pasien datang ke petugas kesehatan, Pagi adalah keesokan paginya pasien mengeluarkan dahak pertama yang dikeluarkan hari itu dan Sewaktu yang kedua adalah dahak yang diambil bersamaan dengan pasien mengantar dahak paginya ke petugas kesehatan. Selanjutnya petugas kesehatan akan melakukan proses fiksasi dahak ke dalam slide yang kemudian akan diwarnai dan diperiksa di bawah mikroskop. Jika ditemukan kuman BTA (Bakteri Tahan Asam) pada dua dari tiga slide maka pasien yang dicurigai mengidap TB itu dikatakan positif menderita TB dan harus menjalani pengobatan.

Kembali saya teringat saat-saat melakukan sosialisasi tentang TB dulu, saya dan rekan-rekan mengadopsi cara yang mudah diingat oleh komunitas, yaitu dengan menggunakan gerakan tangan. Harusnya saya videokan biar bisa ditiru ya? Tapi saya akan coba menggambarkannya secara naratif sebagai berikut:

Gejala umum TB adalah batuk, terus menerus, berdahak selama 3 minggu atau lebih. Nah, inilah pesan utama yang kita inginkan disampaikan oleh anggota komunitas ke anggota komunitas yang lain. Caranya? Pertama, siapkan tangan kanan atau tangan kiri juga boleh. Biasanya kami menggunakan tangan kanan, karena kesannya lebih sopan. Kedua, acungkan jempol sambil mengatakan “batuk”, kemudian angkat telunjuk menyertai jempol dan katakana “terus-menerus”, ketiga, angkat jari tengah sambil mengatakan “berdahak”. Keempat, ketiga jari yang sudah teracung tersebut di dorong ke depan sambil mengatakan “selama tiga minggu” dan terakhir, putar ketiga jari tersebut ke bawah dan ke atas sambil mengatakan “atau lebih..”
Mendemonstrasikan gerakan tangan untuk gejala umum TB: batuk, terus-menerus, berdahak, selama 3 minggu atau lebih (Foto: dok. pribadi)
 
Nah, biasanya setelah saya dan beberapa rekan menyampaikan pesan dengan iringan gerakan tangan tersebut maka komunitas diminta untuk mengikutinya. Hasilnya? Sebagian besar menganggap itu mudah diingat dan jika mereka menemukan saudara, tetangga, atau orang satu kampung yang memilki gejala tersebut, mereka akan meminta orang tersebut untuk pergi ke petugas kesehatan untuk diperiksa dan diambil dahaknya secara SPS.
Masyarakat desa mencoba mempraktekkan gerakan tangan untuk gejala umum TB yang sudah diperagakan. (Foto: dok. pribadi)
 
Setelah kami meninggalkan suatu wilayah untuk sosialisasi, biasanya kami memantau apakah ada peningkatan dalam penemuan kasus oleh komunitas yang pernah kami kunjungi. Ternyata, peran komunitas atau komunitas itu memang sangat besar. Jumlah temuan kasus serta merta meningkat walau tak bisa dipungkiri dengan langkah 3 jari itu banyak pula yang menuai hasil pemeriksaan SPS yang negatif alias tidak ditemukan kuman BTA.

Ternyata peran komunitas tidak hanya di penemuan kasus saja. Mereka juga bisa berperan dalam sosialisasi tentang penyakit TB ke komunitas di sekitarnya sampai mengawasi proses pengobatan yang sedang berlangsung dengan memberikan dukungan moral pada pasien yang sedang menjalani proses terapi.

Coba kita lihat definisi WHO tentang komunitas sebagai berikut:
A community is “a group of people who have something in common and will act together in their common interest” (WHO 2003).

Artinya, sebuah komunitas adalah "sekelompok orang yang memiliki sesuatu yang sama dan akan bertindak bersama-sama dalam kepentingan bersama mereka". Masyarakat mungkin menemukan kesatuan mereka melalui latar belakang umum, geografi, etnis, pendidikan, pengalaman, bahasa, dan dengan tema-tema sosial lainnya. Pemrograman TB berbasis masyarakat dapat memberikan kontribusi yang unik untuk program TB nasional

Sudah terlalu lama, masyarakat, rumah tangga, dan individu telah diabaikan dalam peran mereka untuk program kesehatan, meskipun mereka jelas merupakan aktor sentral dalam mengupayakan kesehatan mereka sendiri. Secara historis, upaya kesehatan telah mengutamakan fokus hanya pada sistem kesehatan formal klinik dan rumah sakit, dan pendekatan biologis. Memang ini sangat penting tetapi hal-hal tersebut tidak mewakili seluruh gambar kesehatan disuatu wilayah. Upaya kesehatan khususnya untuk penanggulangan TB berbasis masyarakatlah yang akan memberikan gambaran utuh tentang berhasil tidaknya program itu dijalankan di suatu wilayah.

Saya kembali membayangkan di daerah-daerah sulit yang pernah saya kunjungi dulu. Seandainya di desa mereka sudah ada listrik mungkin mereka bisa mengakses iklan layanan masyarakat seperti yang ada di bawah ini.




Namun, belum tentu juga sinyal relay stasiun televisi yang sampai ke tempat mereka. Artinya, penyebaran informasi dari mulut ke mulut dengan mengikutsertakan komunitas untuk mengambil peran lebih, mutlak dilakukan. Dengan peran komunitas yang lebih berperan dalam penemuan kasus, pengontrolan terapi, dan penyebaran informasi niscaya TB tidak akan menjadi masalah lagi buat negara kita ke depannya. Semoga!

Bacaan:

Senin, 10 Maret 2014

Takumi, karena hidup hanya sekali, jadilah berharga!


Baru kali ini saya tahu tentang sebuah filosofi yang menarik yaitu tentang Takumi. Kenapa menarik? Karena seharusnya filosofi inilah yang dipegang oleh setiap orang dalam menjalani kehidupan ini.

Takumi dalam bahasa Jepang berarti 'ahli'. Namun bukan hanya sekedar menjadi ahli atau pakar karena sebutan orang melainkan karena sudah terbukti dari produk-produk yang dihasilkannya. Seorang penulis misalnya, tidak mungkin disebut sebagai ahli menulis oleh dirinya sendiri. Orang lain yang membaca karya tulisannya lah yang menilai apakah memang dia ahli atau tidak di bidang menulis. Demikian pula untuk bidang-bidang lainnya. Di Jepang, Takumi selalu menjadi panutan dalam melakukan setiap pekerjaan. Mereka selalu ingin mempersembahkan karya terbaik dengan semangat Takumi . Suatu karya terbaik yang hanya dapat dikerjakan oleh manusia. Harapannya, tentu saja, manusia yang baik pula.
Suasana perakitan Lemari Es di pabrik SHARP Karawang

Ternyata negeri kita Indonesia juga sudah sering memaknai Takumi dalam kesehariannya. Coba kita lihat para seniman kelas atas di bidang batik, seni lukis atau seni pahat. Atau coba kita lihat para arsitek kita dalam merancang jembatan dan bangunan-bangunan yang tinggi menjulang. Tak sedikit orang-orang yang ingin memberikan karya mereka yang terbaik. Karya yang sungguh-sungguh memperhatikan detail, menyatukan keindahan dan fungsi dengan cara yang inovatif. 

Nah, semangat Takumi yang ada di Indonesia pada orang-orangnya digabung dengan pemaknaan filosofi Takumi dari Jepang itulah yang mendasari SHARP untuk menyatukannya dalam bentuk-bentuk pelatihan yang berkelanjutan. Lewat pelatihan yang berkelanjutan ini para Takumi Sharp Corporation yang berdedikasi penuh melatih para karyawan di lebih dari 26 negara, termasuk Indonesia, melatih calon lokal sebagai kepanjangan tangan dari para Takumi Sharp Corporation, untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi standar kualitas tinggi. Bahkan, para calon Takumi itu juga mendapatkan kesempatan pelatihan di Jepang untuk meningkatkan kompetensi mereka di bidang produksi dan pengembangan mutu. Demikian seterusnya hingga distribusi karyawan berpotensi yang akan terus dilatih untuk melahirkan para Takumi baru terus bertambah yang pada akhirnya berdampak pada kualitas produk yang semakin baik dan semakin baik lagi.

Semangat Takumi dalam keseharian kerja, bisa langsung dibaca, dipahami, dan diterapkan
Sekarang, mari kita lihat salah satu pabrik terbaru SHARP seluas 31 hektar di Karawang International Industry City (KIC) ini. Pabrik ini terdiri atas dua fasilitas utama, yaitu pabrik mesin cuci seluas 11.627.888 M2 dan pabrik lemari es seluas 27.616.300 M2. Peletakan batu pertama telah dilakukan tanggal 7 Juni 2012 oleh President Director PT Sharp Electronic Indonesia, Fumihiro Irie. Produk yang dihasilkan oleh pabrik ini ditujukan untuk konsumen kelas bawah hingga menengah di Indonesia, selain itu juga akan diekspor ke negara-negara di Asia, Timur Tengah dan Afrika. Di pabrik baru ini SHARP memproduksi Mesin Cuci Dolphinwave 2 tabung dan Lemari Es King Samurai 2 pintu.

Selama lebih dari 40 tahun, Sharp Electronics Indonesia selalu hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia. Mendengarkan kebutuhan masyarakat Indonesia adalah langkah yang selalu dilakukan oleh SHARP. Untuk itulah dirancang produk mesin cuci 2 tabung dan lemari es untuk kalangan bawah hingga menengah di Indonesia. Keduanya adalah produk Mesin Cuci dan Lemari Es yang mampu menjawab kerinduan masyarakat akan produk terbaik untuk segmen bawah hingga menengah.

Target memang harus dikejar tapi kualitas tetap harus dijaga, tetap terbaik itulah semangat Takumi "selalu menghasilkan yang terbaik"
Lalu apa yang menarik dari pabrik ini? Dengan prinsip super green factory, seluruh bagian didesain untuk menghemat penggunaan energi, bahkan beberapa fasilitas pabrik juga dilengkapi dengan panel surya yang mampu menghasilkan energi pula. Dukungan teknologi yang makin canggih memungkinkan pabrik baru ini menciptakan lemari es berkualitas tinggi dengan kapasitas produksi lebih besar dari sebelumnya, yaitu sebesar 2.640.000 pertahun atau sekitar 2 kali kapasitas produksi di pabrik Pulogadung. Sementara untuk mesin cuci, kapasitas produksinya adalah sebesar 1.680.000 pertahun atau sekitar 2,5 kali kapasitas produksi di pabrik Pulogadung.

Tentunya dengan kapasitas produksi sebesar itu SHARP tidak asal produksi saja tetapi juga memastikan semua barang yang diproduksi tersebut memiliki kualitas terbaik. Hal ini sesuai dengan amanat dari pendiri SHARP yang juga Takumi SHARP pertama, Takuji Hayakawa di tahun 1912 untuk selalu menciptakan produk terbaik. Keahlian karyawan dan kemampuan bekerja secara akurat dan cepat merupakan modal utama untuk mencapai kualitas tinggi sesuai dengan standar Takumi. SHARP percaya bahwa bagian terpenting dari kualitas tinggi adalah para karyawan. Karena itu di pabrik ini SHARP mengajak seluruh karyawan untuk mendesain fasilitas pabrik sesuai dengan kebutuhan mereka. Fasilitas itu terdiri dari Mesjid, Klinik Kesehatan, Kantin, Koperasi, Showroom dan bahkan lapangan sepak bola. Menarik bukan?

Sayang saya bukan karyawan SHARP, hanya seorang pengguna plasmacluster dan lemari es-nya saja. Kalau iya, menarik juga untuk bisa bergabung di pabrik ini. Tapi yang pasti filosofi Takumi dapat kita lakukan juga dalam kehidupan sehari-hari kita. SHARP sudah membuktikannya dengan berinvestasi penuh pada karyawan untuk dapat menjadi Takumi-Takumi baru. Kini tinggallah bagaimana kita menyikapinya. Sungguh sayang hidup ini dilewatkan begitu saja tanpa menjadi berharga. Dilewatkan begitu saja, tanpa menjadi seorang Takumi. Yang memberi makna pada setiap karya. Ayo jadi lebih baik dan lebih baik lagi. Hidup ini hanya satu kali, jadilah berharga! 

Bacaan:

Selasa, 18 Juni 2013

AdRewa, bisa nggak ya?



Berulangkali mencoba mendaftarkan blog saya ke salah satu program pay per click (PPC) yang dilansir oleh perusahaan mesin pencari terbesar di dunia membuat saya stress karena gagal terus. Berkali-kali dicoba jawabannya tetap sama. Intinya, blog yang saya kelola belum memenuhi syarat untuk dipasang iklan baris. Memang sih, siapa juga yang mau pasang iklan di blog yang hanya dikunjungi segelintir orang setiap harinya? Yang jelas kalau mau blog kita dilirik oleh pemasang iklan terutama yang berbasis pay per click tentunya blog harus dikemas dengan baik. Sering diisi dengan postingan yang seru dan up to date. Ini yang kadang susah. Bukan karena sulit menulis tapi mencari waktu untuk menulis itu yang terkadang susah. Tapi ya, itu konsekuensi. Kalau anda punya blog, maka anda harus bertanggung jawab untuk sering-sering update postingan yang ada di dalamnya. Apalagi kalau blog anda sudah mempunyai beberapa pengikut (followers) maka tanggung jawab anda akan lebih besar lagi. Kenapa? Karena para followers adalah orang-orang yang kemungkinan senang dengan tulisan dalam blog anda dan ingin mendapatkan pemberitahuan jika ada tulisan baru yang ditampilkan. Bayangkan saja kalau berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan tak ada postingan baru dari Anda, wah.. maka mereka akan kecewa dan ujung-ujungnya tidak meneruskan lagi menjadi pengikut di blog Anda.

Baru-baru ini saya menyasar untuk menjadi salah satu publishernya AdRewa. AdRewa adalah layanan periklanan online yang mempertemukan para pemasang iklan (advertiser) dengan para penerbit iklan (publisher). Layanan ini dikembangkan oleh AstaMedia Group, perusahaan internet marketing dan blog advertising yang terkemuka di Indonesia, AdRewa menyajikan iklan digital dengan sistem pay per click (PPC) berbasis keyword, baik berupa iklan text atau iklan banner dengan sejumlah ukuran. Melihat deskripsi di webnya langsung membuat saya tertarik untuk mendaftar pada layanan pay per click AdRewa ini. Tapi tunggu dulu, simak dulu informasi lengkapnya ya..

Akun publisher di AdRewa dibuat untuk para pemilik website atau blog yang mau mendapatkan penghasilan online dengan memasang iklan dari AdRewa. Publisher akan mendapatkan penghasilan dari setiap iklan yang diklik dengan sah pada situs atau blog mereka. Program di publisher AdRewa adalah program kerjasama periklanan yang memungkinkan para publisher (penerbit iklan) menampilkan iklan di web atau blog mereka dan akan mendapatkan bayaran untuk semua klik yang sah pada iklan yang tampil. Publisher bebas untuk bergabung ke dalam sistem periklanan AdRewa dan dapat mulai menampilkan iklan di situs mereka segera setelah menyelesaikan proses pendaftaran. Menjadi publisher di AdRewa cukup mudah tinggal klik di sini untuk mendaftar. Setelahnya anda harus menunggu akun anda disetujui terlebih dahulu. Jika disetujui, maka anda bisa mulai menayangkan sejumlah iklan AdRewa di website dan blog anda.

Terus bagaimana dengan iklan yang akan dipasang nanti? Bagaimana mengelolanya? Nah, format iklan AdRewa ini cukup sederhana untuk dikelola. Anda dapat membuat kode iklan Anda sendiri dengan pilihan ukuran, warna dan tipe iklan sesuai kebutuhan. Anda dapat memutuskan berapa banyak iklan teks atau iklan banner yang akan ditampilkan pada web dan blog Anda. Ada satu hal yang unik juga di AdRewa. Yaitu menyangkut kode iklan yang dihasilkan. Kode iklan yang dihasilkan untuk mesin pencari memang dibuat khusus untuk mesin pencari yang akan menampilkan iklan tergantung pada kecocokan kata kunci yang digunakan untuk pencarian. Kode iklan untuk halaman konten akan mengidentifikasi tema dan isi halaman web atau blog secara otomatis dan menampilkan iklan yang relevan. 

Kalau iklan sudah dipasang, terus bagaimana? Nah, pertanyaan ini saya tahu ujungnya kemana he..he.. pasti mengenai pendapatan yang dihasilkan, iya kan? Di AdRewa saldo minimal untuk pencairan adalah Rp. 50.000,- artinya jika earning publisher sudah mencapai sejumlah itu maka publisher bisa mengirimkan permintaan agar earning atau pendapatan tersebut bisa dicairkan. AdRewa akan mentransfer ke rekening publisher sesuai dengan nomor rekening yang terdaftar pada sistem. 

Saya pun sudah menayangkan iklan AdRewa di 2 blog yang saya kelola yaitu blog Apa Itu HIV dan AIDS serta blog ini. Lumayan juga, baru tayang beberapa waktu sudah dapat Rp. 500,- lumayan kan? Mudah-mudahan ke depan angka nol di belakangnya nambah ya...

Salah satu blog saya (Apa Itu HIV dan AIDS) yang menayangkan iklan AdRewa
Oh iya, kadangkala ada saja yang mencoba-coba curang dengan meng-klik sendiri iklan (fraud klik) yang ada di blog atau web yang telah dipasang iklan Adrewa. Nah, layanan iklan PPC AdRewa telah dilengkapi dengan sistem teknologi tinggi yang mampu mendeteksi setiap fraud klik. Oleh karenanya AdRewa 100% tidak akan memberikan toleransi untuk setiap kecurangan, terutama yang menyangkut klik fraud. 

Nah, kalau sudah membaca lengkap informasi di atas, yakin nggak ya kalau AdRewa bisa? Bisa apa? Ya, jelas lah, bisa memberikan penghasilan tambahan dari blog. Selamat mencoba!

Kamis, 30 Mei 2013

Kuliah Sehari tentang BCC bersama Oedojo Soedirham, MD, MPH, MA, PhD



Tanggal 22 Mei 2013 yang lalu bertempat di restoran Mahameru, beberapa staf Wahana Visi Indonesia Urban Surabaya berkesempatan mengikuti workshop tentang BCC (Behavior Change Communication) yang difasilitasi oleh Bapak dokter Oedojo Soedirham. Mungkin karena beliau juga adalah seorang akademisi (beliau adalah staf pengajar di Departement of Health Promotion and Behavioral Sciences, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UNAIR), selain sebagai Ketua Forum Kota Sehat Surabaya, lebih tepat kalau saya sebut kuliah sehari ketimbang menyebutnya sebagai workshop.

Dokter Oedojo dalam kuliah sehari tentang BCC di Mahameru Restaurant Surabaya
Acara kuliah sehari itu dibuka dengan beberapa penjelasan dan doa oleh Pak Nanang (staf Wahana Visi Indonesia) dan kemudian dilanjutkan dengan perkenalan singkat tentang Wahana Visi Indonesia yang disampaikan oleh Bapak Abraham Sitompul selaku Urban Manager WVI Urban Surabaya. Kemudian untuk mencairkan suasana, masing-masing peserta atau staf yang hadir saat itu memperkenalkan diri juga kepada nara sumber.

Sebelum memulai dengan materi kuliah, Pak Oedojo memberikan sedikit pengantar tentang definisi “sehat”. Ternyata kalau bicara soal “sehat” maka kita tidak lagi hanya berbicara masalah kesehatan saja melainkan banyak faktor. Sehat tidak selalu bicara soal physical wellbeing, tapi juga mencakup mental dan psychological wellbeing. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang dimiliki oleh Indonesia sudah berbicara soal spiritual well-being. Namun lagi-lagi pada pelaksanaannya menemui banyak kendala. Kendala yang dihadapi dalam menafsirkan “sehat” dalam banyak sektor biasanya berhubungan dengan masalah anggaran.

Materi kuliah dimulai dengan pengantar tentang apa-apa saja yang mempengaruhi behavior atau perilaku manusia. Yang jelas budaya (culture), perilaku (behavior), dan komunikasi (communication) saling berkaitan satu sama lain. Budaya akan membantu mempertajam perilaku (culture helps shape behavior). Berbicara budaya sendiri juga dipengaruhi oleh isi (context) budaya itu. Ada negara-negara dengan high context culture dan ada negara-negara dengan low context culture. Seperti apa penjabarannya agak kurang jelas saya mengerti, namun kalau kita perhatikan bahwa China, Korea, dan Jepang itu berada pada high context culture sedangkan di low context culture itu ada negara Jerman, Swiss, Amerika bagian Utara maka saya rasa kita bisa mengira-ngiralah apa yang dimaksud low context dan high context tadi. Sayang, Indonesia tidak disebutkan masuk kemana. Nah, selain budaya ada banyak faktor lain yaitu sikap (attitude), nilai-nilai (values), emosi, etika, otoritas, koersi, dan genetika. Rupanya, tidak hanya itu saja. Jika ada perbedaan lingkungan maka akan ada perbedaan masalah. Perbedaan masalah akan mempengaruhi faktor-faktor yang dipaparkan tadi.

Berbicara soal Behavioral Communication berarti berbicara tentang perilaku dari hari ke hari atau waktu ke waktu sebagai bentuk dari komunikasi. Sedangkan inti dari komunikasi itu sendiri adalah bagaimana suatu pesan bisa tersampaikan. Hal-hal sederhana yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari antara lain: gaya rambut yang ekspresif, cara seseorang memperlihatkan emosi, atau bahkan jika seseorang itu memutuskan untuk mencuci piring atau tidak mencuci piring adalah suatu bentuk komunikasi perilaku. Komunikasi perilaku tentu akan berbeda dan bisa tidak dimengerti oleh orang lain. Tantangan utamanya adalah Cultural Barrier yang terdiri dari: Semantik (bahasa), konotasi kata, perbedaan tone/ nada, dan perbedaan persepsi. Nanti bisa dilihat dalam gambar terlampir bahwa beda tanda atau “sign” yang ditampilkan atau diperagakan seseorang bisa beda penafsirannya oleh orang lain di berbagai belahan dunia.

Di banyak negara beda tanda bisa beda penafsiran (Sumber: Materi BCC Oedojo Soedirham)
Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan komunikasi itu sendiri? Hovland (1948) merumuskan komunikasi sebagai “proses di mana seorang komunikator mentransmisikan stimuli untuk memodifikasi perilaku orang lain”. Wilbur Schramm (1954) merumuskan komunikasi adalah “menyebabkan penerima dan pengirim saling bersesuaian terhadap pesan tertentu”. Sedangkan Astrid Susanto (1977) mengemukakan bahwa komunikasi adalah “proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti”. Lalu Robins (1982) merumuskan komunikasi sebagai “perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain”. Artinya, kalau mau disimpulkan, dalam komunikasi terjadi proses penyampaian pesan, gagasan, informasi dari seseorang terhadap orang lain. Penyampaian pesan, gagasan dan informasi ini disampaikan dengan menggunakan lambang-lambang tertentu . Nah, penyampaian pesan, gagasan dan informasi dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan lambang ini merupakan suatu proses dimana pesan, gagasan dan informasi yang disampaikan diharapkan dapat menimbulkan pengaruh dalam bentuk perubahan tingkah laku si penerima.

Lain lagi kalau berbicara tentang perilaku (behavior). Berbicara tentang perilaku tentunya akan terbagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu perilaku beresiko dan perilaku tidak beresiko. Maka kalau kita mengharapkan adanya perubahan perilaku, ada dua bagian besar yang akan dikerjakan yaitu bagaimana merubah apa yang “risky” behavior menjadi “safe” behavior dan yang kedua bagaimana mempertahankan perilaku yang sudah “safe” (maintain safe behavior). Dari sini kita akan tahu bahwa target utama untuk perubahan perilaku adalah orang-orang dengan “risky” behavior.

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam “merubah perilaku”. Tahapan tersebut adalah: Knowledge, Approval, Intention, Practice, dan Advocacy (memotivasi orang lain untuk berubah setelah dirinya sendiri berubah). Lalu apa BCC itu sendiri?

Behavior change communication (BCC) is a process of any intervention with individuals, communities and/or societies to develop communication strategies to promote positive behaviors which are appropriate to their settings. This in turn provides a supportive environment which will enable people to initiate and sustain positive and desirable behavior outcomes. BCC should not be confused with behavior modification, a term with specific meaning in a clinical psychiatry setting. Lho kok jadi bahasa Inggris? Yah, menurut Pak Oedojo sulit untuk menafsirkannya dalam bahasa Indonesia dan karena saya setuju dengan beliau, jadi saya copy paste kan saja ya.. :-)

Yang jelas dalam penerapannya BCC itu adala proses yang kontinu. Kalau kita mengerti siapa sasaran BCC, misalnya sasarannya adalah orang dewasa yang ingin dirubah perilakunya maka metode yang akan kita gunakan adalah metode Andragogi yaitu metode pengajaran pada orang dewasa dan bukan metode Pedagogi (metode pengajaran pada anak). Metode-metode ini nanti akan kita bahas kemudian jika saya ada waktu men-searching atau mengumpulkan informasinya. Metode lain yang harus dipikirkan adalah bagaimana bentuk BCC itu sendiri apakah BCC akan disampaikan secara interpersonal atau melalui mass-media?

Oh iya, BCC sendiri sering disalah artikan dengan banyak nama misalnya: IEC, health education, health promotion, AIDS education, atau social marketing. Memang ada kesamaan dalam penamaan tersebut yaitu unsur komunikasi yang ada di dalamnya namun menurut Pak Oedojo mereka berbeda dalam sisi scoupe nya.

Jika ingin men-develop BCC maka pertimbangkanlah beberapa hal berikut ini: Kualitas dan kreatifitas yang professional, pandangan/ masukan dari health professional, memasukkan nilai-nilai (values), dan adanya partisipasi masyarakat yang diharapkan (community participation). Kalau BCC yang didevelop akan menggunakan metode interpersonal maka pastikan untuk melibatkan orang-orang yang cukup dikenal di level orang-orang yang ingin dirubah perilakunya. Untuk ini pendekatan dengan metode peer education sangat disarankan.

Selanjutnya Pak Oedojo melanjutkan dengan beberapa teori tentang perubahan perilaku. Ternyata teorinya cukup banyak juga. Ada teori tentang Health Belief Model (HBM). Teori tentang kehendak Tuhan (Perception of Divine Will). Dan ada juga teori tentang Reasoned Action (TRA) vs Theory of Planned Behavior (TPB). Sebelum teori tersebut dijelaskan, lebih dahulu dipaparkan juga tentang Barrier Analysis. Lewat Barrier Analysis kita dapat membuat target dari awal tentang perubahan perilaku apa yang kita harapkan dan bagaimana prosesnya dalam melewati hambatan atau barrier yang ada. Nih, simak dalam versi Inggrisnya: Barrier Analysis is a rapid assessment tool used in community health and other community development projects to identify behavioral determinants associated with a particular behavior so that more effective behavior change communication messages and support activities (e.g., changing social norms) can be developed.

Langkah-langkah melakukan Barrier Analysis (Sumber: Materi BCC Oedojo Soedirham)
Health Belief Model sendiri adalah teori yang cukup dikenal di Amerika untuk health-education. Lewat HBM pelaku BCC akan dibantu agar sasaran dapat: Merasakan kerentanan (perceived susceptibility), merasakan kekerasan (perceived severity), merasakan manfaat jika merubah perilaku (perceived benefits), mengisyaratkan perubahan (ada aksi atau tanda-tanda ingin berubah/ cues for action), dan akhirnya mulai merasakan efektifitas diri (perceived self-efficacy).

Sedangkan Theory of Reasoned Action dapat digunakan untuk memprediksi apakah memang perubahan perilaku yang diharapkan itu akan berhasil atau tidak. Setiap intervensi yang dilakukan, menurut TRA harus memperhatikan perubahan sikap yang dihasilkan dan pandangan subyektif yang dirasakan atas norma yang ingin dibuat. Dengan memperhatikan kedua hal ini maka perilaku positif akan terjadi jika kedua unsur yang dipertimbangkan tadi berhasil positif juga.

TRA dan TPB dalam perubahan perilaku (Sumber: Materi BCC Oedojo Soedirham)
TPB sendiri hampir mirip dengan TRA hanya mempertimbangkan penggunaan kontrol dan power (kekuatan). Dengan tambahan 2 (dua) hal ini maka perubahan perilaku akan lebih mudah diharapkan untuk berhasil.

Akhirnya, penyampaian materi selesai juga. Sesi tanya jawab pun dimulai. Ada banyak pertanyaan yang disampaikan oleh teman-teman staf. Yang jelas, kembali lagi kepada proses. Tidak ada proses yang singkat untuk perubahan perilaku. Metode yang akan digunakan harus tepat sasaran dengan mempertimbangkan penggunaan Barrier Analysis. Dan yang terpenting menunjukkan bahwa si pelaku yang ingin merubah perilaku orang lain harus juga berubah.

Acara kuliah sehari itupun selesai dan ditutup dengan makan siang bersama. Wah, boleh juga sering-sering acara seperti ini ya.. menambah ilmu sekaligus menghemat pengeluaran ... :-)

Sampai bertemu dalam share materi-materi lainnya!

Jumat, 15 Maret 2013

Usia 36: Hadiah Terindah (lagi) dalam hidupku?

Sepertinya sudah menjadi tradisiku kalau setiap berulang tahun selalu menuliskan refleksi singkat. Tapi kali ini bukan refleksi. Ada cerita lain. Cerita lain yang harus dituliskan. Tentang hadiah. tentang cinta dan kasih sayang.

Sumber gambar: www.123rf.com
Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 36. Aku selalu geleng-geleng kepala setiap mengingat usiaku. Mengingat usia dan menghitung-hitung pencapaian apa yang sudah kudapatkan selama ini. Okelah, sudah married, sudah punya istri yang benar-benar pilihan Tuhan buatku. Harus kuakui kalau itu adalah hadiah terindah dalam hidupku.

Pernikahan kami saat ini sudah berjalan 3 tahun lebih. Sebagai orang batak, tentu pertanyaan yang sering kami terima selalu berujung pada "sudah berapa anak dalam keluarga?". Pertanyaan mudah yang kadang sulit dijawab.

Entah sudah berapa kali kami harus menjawab pertanyaan itu. Ingin rasanya menjawab dengan angka. Tapi kami percaya kalau Tuhan pasti punya rencana indah sehingga suatu saat nanti kami bisa menjawab dengan angka.

Pagi ini aku dan istriku memeriksakan darah ke rumah sakit Siloam Surabaya. Periksa darah ini adalah bagian dari program bayi tabung yang kami jalani selama sebulan terakhir. Sebulan yang melelahkan tapi kami berusaha untuk tak mengeluh. Jadi atau tidak, kami tetap percaya kalau kami punya Tuhan yang berkuasa mewujudkan segala sesuatu.

Ada 4 embrio yang ditanam dalam kandungan istriku. Aku tidak tahu hasilnya berapa embrio yang berkembang dalam rahim istriku. Yang pasti siang tadi sewaktu aku telepon ke rumah sakit Siloam, dijawab suster, "Hamil!". Jawaban yang sempat membuatku tercengang hingga kuulang lagi pertanyaanku. "Nanti sore kontrol ya Pak, ketemu dengan dokternya!", begitu lanjut suster tadi.

Aku masih diliputi suasana haru dan tegang. Rasanya kaki ini tak menginjak bumi, itu tadi kata istriku sewaktu aku memberitahu kabar dari suster. Yang jelas kami bersyukur. Masih bisa melakukan periksa darah. Masih diberi kesempatan untuk berharap. Entah jadi atau tidak, cuma satu saja pikiranku, "Tuhan, Engkau memang luar biasa!".

Apakah ini akan menjadi hadiah terindah (lagi) buatku? Tidak ada yang tahu. Iya atau tidak, Tuhanku tetap hebat! Iya atau tidak, kami tetap akan bersyukur!

Semoga!