Sekedar menuliskan kembali curahan hati seorang teman...
Anda resah? Sumber gambar: jeffmcclung.com |
Akhir-akhir ini di organisasi
dimana saya bernaung dan bekerja (bekerja atau melayani ya yang lebih tepat?)
muncul keresahan di berbagai tempat. Keresahan itu sebenarnya sepele saja
awalnya. Berawal dari informasi yang datangnya simpang siur. Berawal dari isu
(kalau tidak mau disebut gosip) yang kemudian ditimpali oleh isu lainnya. Atau
mungkin diawali dengan adanya kepemimpinan yang baru? Intinya begini, ada kabar
bahwa akan ada perubahan di organisasi ini. Yang sangat disayangkan adalah,
ketika semua sudah bersiap dengan perubahan itu dan berkata pada dirinya
sendiri, “Oh akan ada perubahan ya? Oke siap…” ternyata perubahan itu tak
kunjung datang.
Rencana awal dari perubahan itu
adalah penyusunan strategi organisasi. Strategi terakhir yang dipunyai sudah
berakhir tahun 2015 lalu, artinya mutlak diperlukan strategi baru guna
mencapai… nah, ini dia yang saya agak bingung. Karena kalau saya jawab guna
mencapai hal yang sama, kok ya perlu strategi baru. Yang jelas, organisasi
seperti berburu dengan waktu. Strategi pun disusun dengan melibatkan sesedikit
mungkin orang. Toh, nanti setelah jadi bisa di share ke orang yang lebih
banyak. Dan akhirnya memang strategi itu dishare juga dan orang-orang yang
lebih banyak itu ternyata kebagian getahnya juga, yaitu bagaimana
mengejawantahkan strategi yang dibuat oleh segelintir orang tadi ke wilayah
mereka masing-masing yang sudah jelas berbeda konteks dan kearifan lokalnya.
Sayangnya prosesnya terlalu lama.
Proses yang tadinya jelas-jelas top down,
seolah-olah mau dibuat bottom up
dengan tambahan plus-plus yaitu arahan dari pusat. Maka safari dari kota ke
kota pun diatur. Segelintir orang (yang itu-itu saja) berjalan dari kota ke
kota. Membelanjakan sangat sedikit uang untuk biaya perjalanan. Membelanjakan
sangat sedikit waktu untuk menyusun turunan strategi di tiap-tiap wilayah yang
disebut zona itu. Untuk kemudian memperoleh hasil yang sangat sedikit eh..
maksud saya.. yang maksimal.
Belum selesai gelombang strategi,
datang gelombang berikutnya yang bernama restrukturisasi. Sayangnya inipun
tidak jelas. Semua informasi datang simpang siur dan tidak bisa dikelola dengan
baik. Si peniup informasi dan si penerima informasi sepertinya sama-sama resah.
Si peniup informasi seolah sedang mencoba teknik “coba-coba salah” dan si
penerima informasi bertahan dengan teknik “pura-pura merasa nggak ngefek tapi was-was juga”. Teknik
“coba-coba salah” itu artinya begini: kira-kira kalau saya sampaikan informasi
A bagaimana ya respon pendengar? Kalau ternyata respon pendengar baik dan
mereka menerima A, lanjutkan, kalau tidak tinggal ganti saja informasinya dan
mengelak kalau pernah mengeluarkan informasi tersebut. Gitu saja kok repot?
Enjoy dikitlah, nikmati fasilitas yang sangat sedikit ini. Eh, anak ama bini gue dah dijemput belum ya?
Restrukturisasi katanya untuk
memaksimalkan kinerja staf, melakukan efisiensi di segala bidang. Tinggal
gabung saja beberapa divisi, nggak usah dilihat perbedaan masing-masing divisi
toh kita tetap satu keluarga besar. Yang penting strukturnya terlihat padat dan
ringkas. Nggak perlu juga dipikirkan kalau nanti masing-masing divisi akan
berebut mempertahankan eksistensinya dan membuat staf di level bawah
kelimpungan. Biarkan saja mereka kelimpungan, siapa suruh mereka ada di bawah
sana. Di bawah memang enak juga sih, pemandangannya bagus… Eh, ngomong-ngomong gue perlu asisten baru
nih…
Hei pren, apa sih sebenarnya masalahnya? Bukankah sebuah organisasi
akan berjalan baik jika ada kepemimpinan yang baik pula. Bukankah sudah ada
beberapa survey yang dilakukan? Ditindaklanjuti dong.. Bukan dengan membuat rincian tindak lanjut yang asal jadi
(seolah-olah sudah ditindaklanjuti namun sebenarnya yang ditampilkan adalah
omong kosong yang jujur, malah memperparah kondisi) namun dengan
langkah-langkah konkrit yang melibatkan para staf di segala level. Bukankah
staf adalah asset terbaik organisasi?
Lalu, bagaimana dengan si
pemimpin yang membuat resah tadi? Kita memang tak pernah bisa memilih siapa pemimpin
kita. Yang bisa kita lakukan adalah kembali ke nilai-nilai dasar organisasi
dimana kita bernaung dan dulu melayani (sekarang bekerja) sambil terus berdoa.
Bukankah ada sebuah kitab bijak yang menuliskan bahwa doa orang yang benar,
bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya?
Sudah… sudah… ayo kembali bekerja
(dan berdoa jika anda sedang berdoa sebelum membaca artikel ini), jangan
dibahas lagi isu-isu itu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar