Sumber: www.getloans.com |
Yun terlihat gelisah. Matanya melihat ke luar pintu ke
sudut jalan yang tampak dari situ. Sejak semalam dia diberitahu mamanya kalau
dia harus bersiap menyambut kedatangan seorang laki-laki yang mau dikenalkan
dengannya. Yun agak sedikit kesal. Ngapain sih pake dikenal-kenalin. Nggak bisa
ya percayakan hal ini ke diriku saja? Harus ya diintervensi orangtua untuk
urusan beginian? Tapi Yun juga sadar. Tidak ada yang salah dengan itu. Beberapa
waktu lalu juga sudah pernah beberapa kali dia diminta menjadi mantu oleh
beberapa kerabatnya. Ada ibu-ibu di gereja yang satu pelayanan dengannya setiap
bertemu Yun selalu bilang, “Kau lah Yun, jadi mantuku”, “Nanti kusuruhlah
anakku main-main ke rumah dinasmu ya..” dan masih banyak lagi. Rumah dinas
dokter Puskesmas itu kadang ramai hanya untuk menerima kunjungan beberapa
“saudara jauh” yang ingin berkenalan. Ada yang lanjut dengan follow up yaitu
telepon dan sms, ada juga yang tidak ada kelanjutannya. Sampai akhirnya Yun
kadang bosan juga. Memang, ada juga satu dua lelaki yang berkeinginan keras
untuk melanjutkan hubungan dengan Yun tak sekedar kenalan saja tapi langsung
lanjut ke jenjang pernikahan. Tapi bukannya Yun tak mau diajak serius, namun
memang tak ada satupun dari para lelaki yang mengajak hubungan serius itu yang
sesuai dengan kriteria Yun.
Memang apa sih kriteria Yun untuk lelaki dambaannya? Tidak
harus ganteng sebenarnya. Yang pasti cukup mapan. Paling tidak punya
penghasilan lah… Masa calon suami harus bergantung ke istri nantinya? Kan
repot! Selain itu, kriteria lainnya cukup klise walau sangat penting bagi Yun.
Anak Tuhan, rajin memberi perpuluhan, mungkin berat badan agak ideal, wajah
jangan terlalu Batak, dan segudang
kriteria lainnya.
Yessi
adik sepupu Yun sepertinya menangkap kegelisahan kakak sepupunya. Dia cuma
senyum-senyum sambil mengganggu Yun dengan celetukan berandai-andai, “Gimana
kalau yang datang itu ……. (badannya gemuk, muka Batak abis, pendek, dan
lain-lain)”.
Yun
makin gelisah, matanya tak lepas dari pintu yang terbuka satu sisinya. Di dapur
tantenya sibuk. Instruksi dari mamanya Yun sangat jelas, beri kesan pertama
yang terbaik!
***
Wil
melihat struk pembayaran atm yang diberikan kakaknya. Itu tiketnya menuju Medan
pulang pergi. Beberapa hari lalu Wil dihubungi oleh mamanya untuk bisa
berkenalan dengan seorang gadis kenalan teman mamanya. Mungkin bukan kenalan
tepatnya tapi saudara dari teman mamanya Wil, satu arisan di ibu-ibu komplek
Palbatu dan sekitarnya.
Wil
sebenarnya agak sungkan. Tapi mau bilang apa. Berkali-kali Wil bilang ke
mamanya kalau dia masih bisa cari sendiri jodohnya tetap jodoh itu tak kunjung
datang. Memang ada beberapa hubungan yang pernah dijalin Wil sebelumnya tapi
kandas. Entah itu putus di tengah jalan, putus karena ada orang ketiga, atau
putus karena kesibukan masing-masing sampai nggak sadar kalau sudah putus. Ada
juga yang sempat ingin dibawa ke babak selanjutnya yaitu mengenalkan si jodoh
dengan orang tua Wil, tapi belum diperkenalkan secara formal eh..sudah putus
lagi.
Bukan
kali ini saja Wil ingin dikenalkan ke kerabat dan sanak saudara. Pernah dulu
dikenalkan juga ke seseorang. Hubungan terjalin juga antar orang tua lewat
berbagai kesempatan. Bertemu dalam satu undangan pernikahan atau pertemuan lain
yang disengaja. Sebenarnya Wil nggak terlalu suka dengan gadis yang satu ini.
Dia terlalu glamour dan pergaulannya agak terlalu bebas. Tapi itu menurut
penglihatan Wil.
Bandara
Soekarno Hatta sudah terlihat dari jendela bis airport. Tadi Wil naik bis itu
dari stasiun Gambir. Dia turun dari bis masuk dalam antrian orang-orang yang
ingin terbang ke berbagai destinasi. Proses cek in tidak terlalu lama. Wil
masuk ruang tunggu.
“L** 2** please board to the aircraft…”.
Boarding. Harap-harap cemas Wil menyusuri lorong menuju pesawat itu. Pesawat
yang akan membawanya ke Medan dari Jakarta. Bertemu seseorang yang nantinya
akan menjadi ibu dari anak-anaknya….
bersambung