Celengan Doraemon (paling kiri) dan Hello Kitty (paling kanan) yang tersalahgunakan. Sumber gambar: Tokopedia |
Tadi malam terjadi sebuah percakapan penting di keluarga
kami. Semua bermula dari kejadian yang berlangsung kemarin malamnya lagi yang
dilakukan oleh anak kami Gwen dan sepupunya Gabriel. Waktu itu karena
kelelahan, opung boru mereka berdua yang harusnya mengawasi ternyata ketiduran.
Maklum opung boru ini kerjanya sangat keras karena ketiadaan tukang cuci gosok
di rumahnya di Palembang.
Ketika opung borunya tertidur, mulailah Gwen dan Gabriel
beraksi. Mereka berdua mengeluarkan uang logam dari celengan plastik dan
dituangkan ke dalam mangkok. Setelah semua uang dari dua celengan Hello Kitty
dan Doraemon itu tertuang seluruhnya ke dalam mangkok, maka kemudian susu cair
pun dituangkan. Ampun deh! Setelah itu bertumpahanlah susu yang dituang itu ke
atas seprei dan membasahi seluruh tempat tidur. Opung borupun terbangun dan
marah besar.
Keesokannya mama Gwen pulang dari tugas jaganya dan oleh
opung boru diceritakanlah semua peristiwa itu. Maka seperti kebiasaan di
keluarga kami, Gwen pun mendapat “ceramah” dan untuk itu papanya pun harus
dihubungi.
Awalnya Gwen tidak mau terima dan tidak mengganggap itu
sebuah kesalahan. Kebetulan Gabriel mungkin baru belajar tentang “good” dan “bad” di sekolahnya dan menurut Gabriel apa yang mereka lakukan
berdua masuk dalam kategori “good”.
Alasannya mereka hanya minum susunya saja dan tidak menelan uang logamnya.
Ampun deh! Bayangkan susu bercampur
uang logam yang beralih dari tangan ke tangan itu. Belum lagi zat kimia
pembuatan uang yang masih menempel di uang logam tersebut. Opung borunya pun
semakin marah karena tidak ada yang tahu apakah benar mereka berdua tidak ada
yang menelan uang logam dari celengan tersebut.
Sebelum saya melanjutkan cerita ini, ada baiknya kita kenali
dulu tokoh-tokoh utamanya. Gwen adalah putri kami yang November nanti genap
berusia 4 tahun dan Gabriel adalah keponakan kami yaitu anak dari adik ipar
saya yang November nanti genap berusia 4,5 tahun. Mereka berdua selisih usia 6
bulan. Saat ini ibunya Gwen sedang bersekolah lagi di FK Unsri dan saya
sendiri, ayahnya Gwen bekerja di sebuah yayasan sosial di Surabaya. Sudah,
segitu saja pengantarnya. Yuk, kita lanjut ceritanya…
Gwen mengamini perkataan Gabriel kalau mereka berdua tidak
bersalah. Ketika mamanya Gwen pulang, maka mereka berdua pun masuk ke dalam
kamar dan membahas masalah ini. Saya pun dihubungi via telepon genggam. Ketika
saya berhasil dihubungi maka Gwen pun dengan gayanya mulai pura-pura tidur
sambil mengeluarkan suara ngorok. Ampun deh
anak kami ini gayanya…
“Pa.. ini Gwen nih
Pa.. melakukan kesalahan dia ini… “ suara mamanya di seberang telepon
terdengar. Sayup-sayup kudengar suara ngorok.
“Lho.. siapa yang
ngorok?” tanyaku.
“Ya Gwen lah Pa.. biasa.. pura-pura orok dia.. “ jawab mamanya. Suara ngorok terdengar semakin
dikeraskan.
Akhirnya kami membahas peristiwa itu dengan Gwen. Bertanya
kepadanya kenapa hal itu dilakukan dan apa dampak buruknya. Kami infokan bahwa
uang itu tidak bersih. Uang itu berpindah dari tangan ke tangan dan mengandung
banyak sekali kuman. Lalu kami pun bertanya apakah Gwen sudah menyadari
kesalahannya. Tapi Gwen tetap berkeras bahwa semua itu bukan kesalahannya. Mamanya
pun kembali bertanya.
“Terus salah siapa dong
kalau Gwen nggak merasa bersalah” tanya mamanya. Dan coba tebak apa jawaban
Gwen yang mengagetkan kami berdua.
“Semua itu salah mama dan papa… “ jawab Gwen sambil memasang wajah ekspresif dan jarinya menunjuk-nunjuk yang membuat
kami berdua terkejut. Duh! Rasanya seperti
tertikam bercampur kaget karena anak kami bisa mengucapkan hal itu. Istri saya
yang terkejut dengan pernyataan Gwen mencoba melakukan klarifikasi atas jawaban
yang mengejutkan itu.
“Kenapa kok salah
mama dan papa?” selidik mamanya Gwen. Kami berdua sedikit berharap mungkin ini
karena pengaruh tayangan sinetron yang secara tak sengaja sering tertonton
olehnya.
“Mama sekolah…” kata Gwen. Mamanya terkejut.
“Terus salah papa?” tanya mamanya.
“Papa di Surabaya..” jawab Gwen. Kali ini saya yang
terkejut.
Kami berdua kemudian sibuk mencari pembenaran atas situasi
yang terpaksa Gwen alami. Terlepas dari itu pengaruh sinetron atau bukan, jelas
sekali kemampuan analisisnya berkembang dengan sempurna. Kami orangtuanya yang
semakin merasa bersalah atas kondisi yang dialaminya. Walau akhirnya Gwen minta
maaf karena telah meminum susu kotor itu, dalam hati kami berdua sadar bahwa
kami berdualah sebenarnya yang perlu banyak-banyak minta maaf padanya.
Keesokan harinya hal ini masih jadi perbincangan saya dan
istri. Kamipun sepakat sehabis istriku menyelesaikan pendidikannya, tak boleh
ada ambisi lainnya. Tak boleh lagi tinggal berjauh-jauhan. Ambisi yang ada
hanya untuk Gwen (dan adiknya jika nanti Tuhan berikan) agar bertumbuh dan
berkembang dengan baik dalam kasih sayang kami sebagai orangtuanya.
Love u boruku...