Siapa yang nggak ada hayoo...? |
Saya perlu berpikir lama sebelum
menuliskan judul di atas. Tadinya saya pikir tulisan ini akan berjudul “Kebersamaan
itu penting!” atau “Bukan basa-basi, yang penting kebersamaan!”, tapi kemudian
saya berpikir lagi, jangan-jangan hanya saya yang menganggap itu penting dan
bisa saja oleh rekan yang lain hal itu nggak penting-penting amat, malah
mungkin ada yang berpikir kalau itu hanya merepotkan saja. Kan sudah selesai
jam kerja, ngapain sih ngumpul lagi? Mudah-mudahan itu hanya di pikiran saya
saja ya…
Yang jelas sore itu suasana
tampak asyik lah pokoknya. Coba bayangkan, mendekati akhir bulan dimana wujud
THR belum tampak apalagi wujud mahkluk bernama gaji seakan masih jauh di
seberang lautan, tim ini masih sanggup bersuka ria, saling bercerita, menikmati
makanan ala kadarnya (kayaknya nggak kalo yang ini, karena makanannya buanyak
bingitsss..), dan menampakkan kegembiraan seolah-olah tidak khawatir kalau THR
tidak datang atau gaji terlambat masuk. Yang nggak puasa sepertinya malah makan
lebih banyak dari yang puasa. Sebenarnya ini sah-sah saja, karena yang puasa
tentu perutnya sudah terlatih untuk tidak menerima banyak makanan sehingga cepat
kenyang (alasan… he..3x).
Namun dibalik kebersamaan adapula
terselip kekhawatiran. Kekhawatiran kalau kebersamaan ini mungkin tak akan
terulang di waktu-waktu yang akan datang. Mungkin bisa jadi terulang tapi
dengan personil yang berbeda atau personil yang berkurang. But, what a heaven!
(kebalikan dari umpatan yang biasa) ada yang bilang kesusahan sehari cukuplah
untuk sehari karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Setiap orang
pasti khawatir dengan masa depan, akan seperti apakah? Akan bagaimana kah? Bagaimana
dengan rencana nikah? Kok nggak boleh punya anak dulu? Kejam amat sih pak UM..
tapi lebih kejam pak SO lah yang jelas-jelas melarang nikah…
Anyway, seperti judul di atas,
seorang pemimpin itu terlihat hebat karena dia memiliki staf yang hebat. Jika
seorang pemimpin memiliki staf yang buruk dan dia terlihat buruk, maka ada yang
salah dengan pola kepemimpinan sang pemimpin. Lebih parah lagi kalau sang
pemimpin memiliki staf yang hebat namun dia terlihat buruk.. nah lo… kasian amat,
kalau situasinya begitu yah.. mungkin sudah harus sadar diri, meletakkan
kepemimpinan dan mau dipimpin.
Anyway lagi, maka peran staf tak
beda dengan peran pemimpin. Staf harus bisa memimpin diri sendiri dari hal yang
terkesan remeh-temeh mulai soal mengatur waktu hingga memenuhi target pekerjaan
yang disepakati. Saat menulis artikel ini, saya sendiri sadar, bahwa sebagai
staf saya tidak bisa memilih pemimpin saya. Pemimpin saya “given by” bukan “I
choose to be lead by”. So, sebagai staf saya harus bisa membuat pemimpin saya
terlihat baik, bagaimana caranya? Dengan bekerja optimal, sesuai target, sesuai
rencana, tidak usah banyak tanya, berikan solusi lebih banyak dibanding kritik,
tak perlu ngomong di belakang, just do it and let God do the rest. Pasrah?
Nggak, ini namanya berserah.
Anyway lagi dan lagi, tim ini
sungguh keren.. berbeda watak, beragam usia, beragam pemikiran (maksudnya ada
yang mikir dan ada merasa bukan tugasnya mikir, dan itu memang betul dan bisa
diterima), dan beragam-ragam hal lainnya. Tapi ketika bicara anak, kepentingan
anak, yang terbaik buat anak, segalanya tentang anak, hanya satu yang ada di
pikiran: kerja, kerja, kerja…
Mudah-mudahan tim ini tetap solid…
and may it keep become the best team ever! HUA!*
*HUA: Heard, Understood, Acknowleged