Saat membuka file foto-foto lama, saya melihat beberapa foto ketika saya masih
bergabung di salah satu program penanggulangan TB bersama salah satu NGO di
Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Foto itu unik menurut saya, dan ketika
melihatnya, sesaat terlintas pengalaman saya dan rekan-rekan waktu itu untuk
berusaha menjangkau beberapa daerah yang sangat sulit hanya untuk melakukan
sosialisasi tentang bahaya penyakit TB. Jalan mendaki dan perjalanan
menyeberang laut dari satu pulau ke pulau lain harus ditempuh. Di satu sisi ada
susahnya dan di sisi lain lebih banyak kesenangannya. Susah ketika mendaki melewati
jalan yang terjal biasanya terbayar dengan sambutan ramah-tamah dari penduduk
lokal yang dengan rela memberikan tumpangan untuk tempat menginap dan jamuan
ala kadarnya.
Jalan mendaki harus ditempuh untuk sosialisasi bahaya TB hingga ke desa-desa (Foto: dok. pribadi) |
Oh iya, sekedar untuk mengetahui
apa itu TB atau Tuberculosis maka berikut ini saya sampaikan gejala-gejala umum
yang sering didapat. Pada umumnya gejalanya adalah sebagai berikut:
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih berikut gejala lain yang sering dijumpai antara lain: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.
Sedangkan untuk terapi TB, karena
yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB itu sendiri, maka pengontrolan
efektif TB adalah dengan cara mengurangi pasien TB tersebut. Ada dua cara yang
tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TB saat ini, yaitu terapi dan
imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TB jangka
pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).
Sedangkan untuk imunisasi masih kontroversial di beberapa negara. Indonesia
adalah salah satu negara yang mewajibkan imunisasi BCG sementara di Amerika
imunisasi ini bukanlah keharusan namun Amerika sangat ketat dalam melakukan
deteksi penderita sehingga mereka yakin penyebaran TB di komunitasnya bukanlah
masalah yang serius.
Dalam strategi terapi DOTS ini
ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan
melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosis pasien sangat penting
karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TB
berikutnya.
TB hingga sekarang masih menjadi
masalah kesehatan besar termasuk untuk negara berkembangseperti Indonesia. Karena
besarnya permasalahan yang diakibatkan TB, maka TB tercakup sebagai salah satu
indikator keberhasilan program MDG’s. Indikator MDG’s untuk TB yang harus dicapai
Indonesia yaitu menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat TB menjadi
setengahnya pada tahun 2015, dibandingkan dengan kondisi tahun 1990.
Menurut Prof. Dr. Tjandra Yoga
Aditama, Sp.P., MARS, hampir semua target MDG’S untuk TB di Indonesia sudah
tercapai. Pencapaian target MDG’s untuk TB yaitu kejadian TB semua kasus per
100.000 penduduk yaitu 206 pada tahun 1990 menjadi 185 pada tahun 2012 (sudah
tercapai); prevalensi TB semua kasus per 100.000 penduduk yaitu 443 pada tahun
1990 menjadi 297 pada tahun 2012 (belum tercapai); angka kematian TB per
100.000 penduduk yaitu 92 pada tahun 1990 menjadi 27 pada tahun 2012 (sudah
tercapai); angka penemuan kasus TB (CDR) yaitu 19,7% pada tahun 2000 menjadi
83% pada tahun 2012 (sudah tercapai) dan angka keberhasilan pengobatan TB (SR)
yaitu 87% pada tahun 2000 menjadi 90% pada tahun 2012 (sudah tercapai).
Walaupun sudah ada kemajuan, menurut
beliau, namun beban permasalahan TB di Indonesia masih cukup besar, yaitu angka
kematian sebesar 67.000 orang per tahun dan angka insidensi 460.000 per tahun.
Pada peringatan Hari TB Sedunia
tahun ini, ditetapkan tema “Reach the 3
Million, find, treat and cure for all”. Sedangkan Indonesia menetapkan tema
“ Temukan dan Sembuhkan Pasien TB ”, dengan tujuan untuk memberikan akses
universal dalam pelayanan TB dengan melibatkan semua penyedia layanan kesehatan
dalam pengendalian TB yang menerapkan strategi DOTS berkualitas, sehingga hak
pasien terjamin dalam memperoleh diagnosis dan pengobatan TB yang standar.
Dengan demikian pasien TB dapat terpantau kepatuhan dan ketuntasan berobatnya
serta terlaporkan dalam sistem surveilans nasional pengendalian TB.
Bagaimana cara menemukan dan
menyembuhkan pasien TB itulah yang menjadi permasalahan di tempat-tempat
terpencil, termasuk tempat-tempat yang pernah saya kunjungi di tahun 2004 di
wilayah kabupaten Alor itu. Keberadaan fasilitas kesehatan yang belum memadai
waktu itu mengharuskan tenaga kesehatan yang ditempatkan di desa-desa tersebut
harus berjalan kaki jauh-jauh ke kota atau harus naik perahu untuk mengantarkan
sediaan sputum yang telah difiksasi. Buat yang awam, sputum itu adalah dahak. Seseorang
yang dicurigai menderita TB harus menjalani tiga kali pemeriksaan dahak yang
dikenal dengan singkatan SPS yaitu: Sewaktu, Pagi, dan Sewaktu. Sewaktu adalah
dahak dikumpulkan saat pasien datang ke petugas kesehatan, Pagi adalah keesokan
paginya pasien mengeluarkan dahak pertama yang dikeluarkan hari itu dan Sewaktu
yang kedua adalah dahak yang diambil bersamaan dengan pasien mengantar dahak
paginya ke petugas kesehatan. Selanjutnya petugas kesehatan akan melakukan
proses fiksasi dahak ke dalam slide yang kemudian akan diwarnai dan diperiksa
di bawah mikroskop. Jika ditemukan kuman BTA (Bakteri Tahan Asam) pada dua dari
tiga slide maka pasien yang dicurigai mengidap TB itu dikatakan positif
menderita TB dan harus menjalani pengobatan.
Kembali saya teringat saat-saat
melakukan sosialisasi tentang TB dulu, saya dan rekan-rekan mengadopsi cara
yang mudah diingat oleh komunitas, yaitu dengan menggunakan gerakan tangan.
Harusnya saya videokan biar bisa ditiru ya? Tapi saya akan coba
menggambarkannya secara naratif sebagai berikut:
Gejala umum TB adalah batuk,
terus menerus, berdahak selama 3 minggu atau lebih. Nah, inilah pesan utama
yang kita inginkan disampaikan oleh anggota komunitas ke anggota komunitas yang
lain. Caranya? Pertama, siapkan tangan kanan atau tangan kiri juga boleh.
Biasanya kami menggunakan tangan kanan, karena kesannya lebih sopan. Kedua,
acungkan jempol sambil mengatakan “batuk”, kemudian angkat telunjuk menyertai
jempol dan katakana “terus-menerus”, ketiga, angkat jari tengah sambil
mengatakan “berdahak”. Keempat, ketiga jari yang sudah teracung tersebut di
dorong ke depan sambil mengatakan “selama tiga minggu” dan terakhir, putar
ketiga jari tersebut ke bawah dan ke atas sambil mengatakan “atau lebih..”
Mendemonstrasikan gerakan tangan untuk gejala umum TB: batuk, terus-menerus, berdahak, selama 3 minggu atau lebih (Foto: dok. pribadi) |
Nah, biasanya setelah saya dan
beberapa rekan menyampaikan pesan dengan iringan gerakan tangan tersebut maka komunitas
diminta untuk mengikutinya. Hasilnya? Sebagian besar menganggap itu mudah
diingat dan jika mereka menemukan saudara, tetangga, atau orang satu kampung
yang memilki gejala tersebut, mereka akan meminta orang tersebut untuk pergi ke
petugas kesehatan untuk diperiksa dan diambil dahaknya secara SPS.
Masyarakat desa mencoba mempraktekkan gerakan tangan untuk gejala umum TB yang sudah diperagakan. (Foto: dok. pribadi) |
Setelah kami meninggalkan suatu
wilayah untuk sosialisasi, biasanya kami memantau apakah ada peningkatan dalam
penemuan kasus oleh komunitas yang pernah kami kunjungi. Ternyata, peran
komunitas atau komunitas itu memang sangat besar. Jumlah temuan kasus serta
merta meningkat walau tak bisa dipungkiri dengan langkah 3 jari itu banyak pula
yang menuai hasil pemeriksaan SPS yang negatif alias tidak ditemukan kuman BTA.
Ternyata peran komunitas tidak
hanya di penemuan kasus saja. Mereka juga bisa berperan dalam sosialisasi
tentang penyakit TB ke komunitas di sekitarnya sampai mengawasi proses pengobatan
yang sedang berlangsung dengan memberikan dukungan moral pada pasien yang sedang
menjalani proses terapi.
Coba kita lihat definisi WHO
tentang komunitas sebagai berikut:
A community is “a group of people who have something in common and will
act together in their common interest” (WHO 2003).
Artinya, sebuah komunitas adalah "sekelompok orang yang memiliki sesuatu yang sama dan akan bertindak bersama-sama dalam kepentingan bersama mereka".
Masyarakat mungkin menemukan kesatuan
mereka melalui latar belakang umum, geografi, etnis,
pendidikan, pengalaman, bahasa,
dan dengan tema-tema sosial lainnya. Pemrograman TB berbasis masyarakat dapat
memberikan kontribusi yang unik untuk program TB nasional.
Sudah terlalu lama, masyarakat, rumah tangga, dan individu telah diabaikan dalam peran mereka
untuk program kesehatan, meskipun
mereka jelas merupakan aktor sentral dalam mengupayakan
kesehatan mereka
sendiri. Secara historis, upaya kesehatan telah mengutamakan fokus hanya pada sistem kesehatan formal klinik dan rumah sakit, dan pendekatan biologis. Memang ini sangat penting tetapi hal-hal tersebut tidak mewakili seluruh
gambar kesehatan disuatu wilayah. Upaya kesehatan khususnya
untuk penanggulangan TB berbasis masyarakatlah yang akan memberikan gambaran
utuh tentang berhasil tidaknya program itu dijalankan di suatu wilayah.
Saya kembali membayangkan di
daerah-daerah sulit yang pernah saya kunjungi dulu. Seandainya di desa mereka
sudah ada listrik mungkin mereka bisa mengakses iklan layanan masyarakat
seperti yang ada di bawah ini.
Namun, belum tentu juga sinyal relay stasiun televisi yang sampai ke tempat mereka. Artinya, penyebaran informasi dari mulut ke mulut dengan mengikutsertakan komunitas untuk mengambil peran lebih, mutlak dilakukan. Dengan peran komunitas yang lebih berperan dalam penemuan kasus, pengontrolan terapi, dan penyebaran informasi niscaya TB tidak akan menjadi masalah lagi buat negara kita ke depannya. Semoga!
Namun, belum tentu juga sinyal relay stasiun televisi yang sampai ke tempat mereka. Artinya, penyebaran informasi dari mulut ke mulut dengan mengikutsertakan komunitas untuk mengambil peran lebih, mutlak dilakukan. Dengan peran komunitas yang lebih berperan dalam penemuan kasus, pengontrolan terapi, dan penyebaran informasi niscaya TB tidak akan menjadi masalah lagi buat negara kita ke depannya. Semoga!
Bacaan: